Translate

Senin, 06 Januari 2014

Pengusaha Minta Kenaikan Harga Elpiji Dibatalkan

JAKARTA, KOMPAS.com — Perhimpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) mengecam keras kenaikan harga gas elpiji secara sepihak oleh PT Pertamina. Mereka menuntut salah satu badan usaha milik negara (BUMN) tersebut membatalkan kenaikan harga yang tiba-tiba itu. 

"Untuk menghindari dampak sosial yang lebih tinggi, baik di kalangan dunia usaha atau masyarakat luas, Hippi Jakarta minta kenaikan harga gas elpiji segera mungkin dibatalkan," ujar Sarman Simanjorang, Ketua Hippi, dalam siaran pers kepada Kompas.com, Senin (6/1/2014). 

Alasan Pertamina mengalami kerugian, sambung Sarman, adalah tanda tanya besar karena harga tersebut sudah berlangsung cukup lama. Jika PT Pertamina memang merugi, ia mempertanyakan bahwa mengapa kenaikan harga elpiji terkesan mendadak serta tanpa pernah melalui proses pembahasan yang mengemuka di tataran publik. 

"Harusnya kan dibahas, dipikirkan dulu dampak apa yang dtimbulkan, baik di kalangan masyarakat ataupun dunia usaha," ujar Sarman. 

"Seharusnya, pemerintah bersyukur karena kebijakan mengganti BBM ke BBG direspons positif masyarakat maupun pelaku usaha. Tapi, ini malah mengganggu kelangsungan dunia usaha dan kehidupan masyarakat banyak," lanjutnya. 

Sarman yakin kenaikan harga elpiji tersebut akan mengancam kelangsungan hidup usaha kecil dan menengah. Menurutnya, hampir 60 persen UKM di Jakarta menggunakan gas elpiji sebagai bahan bakar penunjang, seperti warung makan, warung tegal, pabrik kue, roti, bakso, tahu, dan lain-lain. 

Imbasnya, kata Sarman, kenaikan harga akan berdampak pula pada naiknya biaya produksi. Penyesuaian harga dagang pun bisa mengurangi omzet penjualan. Jika demikian, bukan mustahil para pelaku usaha dapat kehilangan pelanggan.

"Harusnya di tengah-tengah mempersiapkan diri menghadapi Asean Economy Community 2015, pemerintah memberi insentif, bukan malah membuat kebijakan yang mengancam kehidupan usaha," lanjut Sarman. Seperti diketahui, harga gas elpiji 12 kilogram naik, 1 Januari 2014.

Di Jakarta, gas elpiji 12 kilogram yang sebelumnya seharga Rp 78.000 melonjak 68 persen menjadi Rp 138.000. Akibatnya, sejumlah masyarakat beralih ke tabung gas elpiji 3 kilogram yang disubdisi pemerintah. Banyaknya masyarakat yang beralih ini pun membuat tabung gas elpiji 3 kilogram semakin sulit ditemukan di pasar.

Pertamina berdalih terpaksa menaikkan harga gas elpiji 12 kilogram sebagai akibat dari bisnis yang terus merugi. Untuk tahun 2013 saja, Pertamina mengklaim kerugian hingga sekitar Rp 7 triliun. Kerugian ini ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan yang akhirnya ditindaklanjuti Pertamina dengan menaikkan harga gas nonsubsidi tersebut.

Di sisi lain, Pertamina mengungkapkan bahwa kondisi bahan baku elpiji di pasaran sudah mencapai Rp 10.700 per kilogram. Beban Pertamina semakin bertambah saat kurs dollar semakin menekan nilai tukar rupiah.


Analisis Masalah

Kenaikan harga gas elpiji tentu sangat memberatkan pelaku usaha dan bisa mengancam kelangsungan hidup usaha kecil dan menengah. Hampir 60 persen UKM di Jakarta menggunakan gas elpiji sebagai bahan bakar penunjang, seperti warung makan, warung tegal, pabrik kue, roti, bakso, tahu, dan lain-lain. Dengan kenaikan harga gas elpiji, Pelaku usaha akan menaikan harga jual. Harga jual naik berpotensi ditinggal pelanggan dan ujung-ujungnya mengurangi omzet penjualan. Pemerintah harusnya memberi insentif, bukan malah membuat kebijakan yang mengancam kehidupan usaha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar