Profesi akuntan publik dikenal oleh masyarakat dari jasa
audit yang disediakan bagi pemakai informasi keuangan. Timbul dan berkembangnya
profesi akuntan publik di suatu negara adalah sejalan dengan berkembangnya
perusahaan dan berbagai bentuk badan hukum perusahaan di negara tersebut. Jika
perusahaan-perusahaan di suatu negara seperti Indonesia misalnya, berkembang
sedemikian rupa sehingga tidak hanya memerlukan modal dari pemiliknya, namun
mulai memerlukan modal dari kreditur, dan jika timbul berbagai perusahaan
berbentuk badan hukum perseroan terbatas yang modalnya berasal dari masyarakat,
jasa auditor publik mulai diperlukan. Dari profesi akuntan publik inilah masyarakat kreditur dan investor atau
calon kreditur dan calon investor mengharapkan penilaian yang bebas tidak
memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam
laporan keuangan. Dalam melakukan tugasnya, Akuntan Publik wajib mematuhi Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan kode etik yang telah ditetapkan. Apabila melanggar, Akuntan Publik bisa dikenakan sanksi, salah satunya adalah sanksi pembekuan izin. Sanksi pembekuan izin ini dikenakan jika Akuntan Publim (AP) atau Kantor Akuntan Publik (KAP) melakukan pelanggaran berat berupa pelanggaran ketentuan pasal-pasal tentang Akuntan Publik dan melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) serta kode etik yang berpengaruh terhadap laporan keuangan. Hal tersebut terjadi pada Djoko Sutarjo, Akuntan Publik yang mengaudit laporan keuangan PT Myoh Technology Tbk
dibekukan izinnya. Kesalahannya cukup fatal karena dia melanggar Standar
Profesional Akuntan Publik dan Kode Etik IAI.
Mantan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati
pada 4 Januari 2007 lalu, telah membekukan izin Akuntan Publik (AP) Djoko
Sutardjo dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Hertanto, Djoko, Ikah & Sutrisno
selama 18 bulan. Sanksi pembekuan izin ini diberikan karena terdapat
pelanggaran atas pembatasan penugasan audit oleh Djoko Sutardjo dengan hanya
melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Myoh Technology Tbk (MYOH).
Penugasan ini dilakukan secara berturut-turut sejak tahun buku 2002 hingga
tahun buku 2005. Pembekuan izin oleh Sri Mulyani ini merupakan tindak lanjut
atas surat Ketua Bapepam-LK nomor S-348/BL/2006 tertanggal 6 Juni 2006.
Berkaitan dengan hal tersebut, Akuntan Publik tersebut telah melakukan
pelanggaran terhadap Pasal 24 Keputusan Menkeu nomor 423/KMK.06/2002 tentang
Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menkeu nomor
359/KMK.06/2003 dan dikategorikan sebagai pelanggaran berat sehingga dikenakan
sanksi pembekuan izin. Kasus ini muncul ketika Djoko melakukan audit laporan
keuangan PT. MYOH tahun 2005. Dalam audit itu terdapat kesalahan dalam hal
penjumlahan dan penyajian arus kas yang
berakhir pada 31 Desember 2005. Kemudian, Direksi PT. MYOH meminta Djoko untuk
mengaudit ulang dan merevisi laporan keuangan tersebut. Revisi kembali dilakukan
pada Juni 2006. Hasil revisi ini telah disampaikan ke Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dan Bursa Efek Surbaya (BES). Sementara
itu, Direktur Utama BES Bastian Purnama ketika itu menegaskan bahwa emiten
berkode MYOH pada saat itu sedang bermasalah dengan BES. MYOH, kata Bastian
sampai pada saat itu belum memenuhi kewajiban pembayaran biaya pencatatan saham
tahunan (annual listing fee) priode 2006/2007. Padahal, ujarnya seharusnya
biaya itu sudah dibayarkan sebelum Agustus 2006. Pihak BES sendiri telah
melayangkan surat peringatan tertulis pada 28 Agustus 2006 lalu. Namun, hingga
keluarnya surat peringatan tertulis yang ketiga pada 11 Oktober 2006, pihak
MYOH belum juga melakukan pembayaran. Hingga akhirnya pada 9 Nopember 2006, BES
melakukan penghentian sementara perdagangan saham (suspend) di semua pasar atas
saham emiten MYOH. Kesal akan ketidak jelasan status pembayaran annual listing
fee dari MYOH, pada 4 Januari 2006 BES memanggil direksi MYOH untuk melakukan
dengar pendapat (hearing). Dalam hearing tersebut, Direktur Utama MYOH David Jakubus Elisafan
mengakui kalau perusahaannya saat itu sedang mengalami kesulitan arus kas (cash
flow). David menjelaskan bahwa belum terpenuhinya kewajiban membayar biaya
pencatatan saham priode 2006/2007 dikarenakan cash flow perusahaan yang rendah
pada 2006, terutama setelah terjadinya penundaan pembayaran sebesar Rp 270 juta
oleh dua klien hotel kepada MYOH.
Dalam menjalankan tugasnya, Akuntan publik wajib mematuhi
Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI, Kode etik IAI dan aturan etika akuntan
IAI-Kompartemen Akuntan Publik dan Peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yang berhubungan dengan bidang jasa yang diberikan. Dalam kasus ini, Djoko
terbukti melakukan kesalahan yang cukup fatal karena dia melanggar Standar
Profesional Akuntan Publik dan Kode Etik IAI. Kesalahannya fatal dikarenakan
dalam proses auditnya, Djoko melakukan kesalahan dalam hal penjumlahan dan
penyajian arus kas. Seorang Akuntan Publik harus bertanggung jawab kepada
klienya. Klien adalah pemberi
kerja (orang atau badan), yang
menugaskan seseorang atau lebih anggota IAI - KAP bekerja untuk melaksanakan jasa professional.
Dalam kasus ini klien yang menugaskan Djoko adalah PT. MYOH. Dikasus ini Djoko
sudah bertanggung jawab dengan mengabulkan permintaan direksi PT. MYOH untuk
melakukan audit ulang dan merevisi laporan keuangan PT. MYOH dan merevisi laporan keuangan PT MYOH dan hasil revisi tersebut sudah disampaikan ke Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (Bapepam-LK) dan Bursa Efek Surbaya (BES). Yang juga tidak kalah
penting adalah sikap indepedensi, berintegritas dan objektiv seorang Akuntan
Publik tetap harus dipegang teguh.
Dalam kasus
ini, menurut Direktur BES, PT. MYOH pada
saat itu belum memenuhi kewajiban pembayaran biaya pencatatan saham tahunan (annual
listing fee) periode 2006/2007. Padahal, menurut Direktur BES seharusnya biaya
itu sudah dibayarkan sebelum Agustus 2006. Pihak BES sendiri telah melayangkan
surat peringatan tertulis pada 28 Agustus 2006 lalu. Namun, hingga keluarnya
surat peringatan tertulis yang ketiga pada 11 Oktober 2006, pihak MYOH belum
juga melakukan pembayaran. Hingga akhirnya pada 9 Nopember 2006, BES melakukan
penghentian sementara perdagangan saham (suspend) di semua pasar atas saham
emiten MYOH. Jika dikaitkan dengan prinsip-prinsip GCG, PT. MYOH dalam hal ini tidak
melindungi hak-hak pemegang sahamnya. Saham PT. MYOH sempat dihentikan
sementara dikarenakan PT. MYOH telat membayar biaya pencatatan saham tahunan
periode 2006/2007, dengan disuspend-nya MYOH pada saat itu cukup merugikan
pemegang saham. Pada saat itu direksi PT. MYOH telah menjelaskan bahwa
keterlambatan pembayaran biaya pencatatan saham dikarenakan perusahaan pada
saat itu sedang mengalami kesulitan arus kas (cash flow). David selaku Direktur
menjelaskan bahwa belum terpenuhinya kewajiban membayar biaya pencatatan saham
priode 2006/2007 dikarenakan cash flow perusahaan yang rendah pada 2006,
terutama setelah terjadinya penundaan pembayaran sebesar Rp 270 juta oleh dua
klien hotel kepada MYOH. Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code
of Corporate and Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu
prinsip Good Corporate Governance (GCG ).
Kode etik dalam bisnis menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk
melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang
dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila prinsip tersebut telah
mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh
karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi
“mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis
perusahaan.
Akuntan Publik harus bertanggung jawab dalam pencegahan
dan pendeteksian kecurangan atau kesalahan dalam pelaporan keuangan. Beberapa Statements
on Auditing Standards (SAS) yang dikeluarkan oleh Auditing
Standards Board (ASB) di Amerika Serikat yang cukup penting
diantaranya adalah SAS No. 110 “Fraud & Error” dinyatakan bahwa
auditor harus dapat mendeteksi terhadap kesalahan material (material
mistatement) dalam laporan keuangan yang ditimbulkan oleh kecurangan
atau kesalahan (fraud or error). Dalam kasus ini, Djoko sebagai
Akuntan Publik melakukan kesalahan yang cukup fatal dalam hal
penjumlahan dan penyajian arus kas yang
berakhir pada 31 Desember 2005. Kemudian, Direksi PT. MYOH meminta Djoko untuk
mengaudit ulang dan merevisi laporan keuangan tersebut. Revisi kembali
dilakukan oleh Djoko pada Juni 2006 sebagai bentuk tanggung jawab pendeteksian
kesalahan dalam pelaporan keuangan. Hasil revisi ini telah disampaikan ke Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dan Bursa Efek Surbaya
(BES).
Referensi
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16106/akuntan-publik-djoko