PENDAHULUAN
Dua
buah undang-undang yang baru saja diberlakukan secara efektif awal tahun 2001
ini, yaitu UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, akan sangat
berpengaruh kepada pengembangan pembangunan ekonomi daerah. Kehadiran kedua
undang-undang tersebut disamping telah menampung tuntutan akan meningkatnya
tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah juga dengan tegas dan jelas telah
mengatur bahwa kewenangan pemerintah di tingkat lokal akan bertambah dan
mencakup kewenangan pada hampir seluruh bidang pemerintahan.
Selain
itu, hal yang sangat mendasar yang tersirat didalam undang-undang tersebut
adalah upaya pemberdayaan masyarakat, upaya menumbuhkan prakarsa dan
kreatifitas, peningkatan peran serta masyarakat secara aktif, dan peningkatan
peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada setiap jenis pemerintahan
dari desa sampai dengan propinsi. Dengan demikian otonomi daerah sebagaimana
dirumuskan dalam UU No. 22 Tahun 1999 secara eksplisit merupakan kewenangan
hakiki yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk mengurus dan mengelola
berbagai urusan penyelenggaraan pemerintahan di daerah bagi kepentingan dan
kesejahteraan masyarakat di daerah didalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
Tujuan
utama otonomi daerah adalah mendekatkan penyelenggara pemerintahan kepada
masyarakat yang dilayaninya, sehingga pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih
baik dan kontrol masyarakat kepada pemerintah menjadi lebih kuat dan nyata.
Otonomi daerah dinyatakan berhasil apabila pelayanan pemerintah kepada
masyarakat menjadi lebih baik dan masyarakat menjadi lebih bebas untuk berupaya
meningkatkan kesejahteraan bersama. Desentralisasi kewenangan tersebut wujudnya
ditandai dengan peningkatan peranserta dan prakarsa masyarakat dan berubahnya
peran pemerintah daerah dari penyedia menjadi fasilitator. Dengan demikian
hakekat dari otonomi daerah adalah pelayanan, bukan kekuasaan.
LANDASAN
TEORI
Otonomi daerah dapat
diartikan sebagai kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan
pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan
yang dimaksud dengan kewajiban adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat. Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan
hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan
dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan
bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali
sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing.
PEMBAHASAN
Manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya memerlukan sumberdaya alam, yang berupa tanah, air dan udara dan
sumberdaya alam yang lain yang termasuk ke dalam sumberdaya alam yang
terbarukan maupun yang tak terbarukan. Namun demikian harus disadari bahwa
sumberdaya alam yang kita perlukan mempunyai keterbatasan di dalam banyak hal,
yaitu keterbatasan tentang ketersediaan menurut kuantitas dan kualitasnya.
Sumberdaya alam tertentu juga mempunyai keterbatasan menurut ruang dan waktu.
Oleh sebab itu diperlukan pengelolaan sumberdaya alam yang baik dan bijaksana.
Antara lingkungan dan manusia saling mempunyai kaitan yang erat. Ada kalanya
manusia sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan di sekitarnya, sehingga
aktivitasnya banyak ditentukan oleh keadaan lingkungan disekitarnya. Keberadaan
sumberdaya alam, air, tanah dan sumberdaya yang lain menentukan aktivitas
manusia sehari-hari. Kita tidak dapat hidup tanpa udara dan air. Sebaliknya ada
pula aktivitas manusia yang sangat mempengaruhi keberadaan sumberdaya dan
lingkungan di sekitarnya. Kerusakan sumberdaya alam banyak ditentukan oleh
aktivitas manusia. Banyak contoh kasus-kasus pencemaran dan kerusakan
lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti pencemaran udara,
pencemaran air, pencemaran tanah serta kerusakan hutan yang kesemuanya tidak
terlepas dari aktivitas manusia, yang pada akhirnya akan merugikan manusia itu
sendiri. Pembangunan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat tidak dapat terhindarkan dari penggunaan sumberdaya alam; namun
eksploitasi sumberdaya alam yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung
lingkungan mengakibatkan merosotnya kualitas lingkungan. Banyak faktor yang
menyebabkan kemerosotan kualitas lingkungan serta kerusakan lingkungan yang
dapat diidentifikasi dari pengamatan di lapangan, oleh sebab itu dalam makalah
ini dicoba diungkap secara umum sebagai gambaran potret lingkungan hidup,
khususnya dalam hubungannya dengan pengelolaan lingkungan hidup di era otonomi
daerah.
PEMBANGUNAN
NASIONAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Pembangunan
Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang
meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan
tugas mewujudkan tujuan nasional yang termaktub dalam Pembukaan Undangundang
Dasar 1945. Dalam melaksanakan pembangunan nasional perlu memperhatikan tiga
pilar pembangunan berkelanjutan secara seimbang, hal ini sesuai dengan hasil
Konperensi PBB tentang Lingkungan Hidup yang diadakan di Stockholm Tahun 1972
dan suatu Deklarasi Lingkungan Hidup KTT Bumi di Rio de Janeiro Tahun 1992 yang
menyepakati prinsip dalam pengambilan keputusan pembangunan harus memperhatikan
dimensi lingkungan dan manusia serta KTT Pembangunan Berkelanjutan di
Johannesburg Tahun 2002 yang membahas dan mengatasi kemerosotan kualitas
lingkungan hidup. Bagi Indonesia mengingat bahwa kontribusi yang dapat
diandalkan dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi dan sumber devisa serta modal
pembangunan adalah dari sumberdaya alam, dapat dikatakan bahwa sumberdaya alam
mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia baik pada masa lalu,
saat ini maupun masa mendatang sehingga, dalam penerapannya harus memperhatikan
apa yang telah disepakati dunia internasional. Namun demikian, selain
sumberdaya alam mendatangkan kontribusi besar bagi pembangunan, di lain pihak
keberlanjutan atas ketersediaannya sering diabaikan dan begitu juga aturan yang
mestinya ditaati sebagai landasan melaksanakan pengelolaan suatu usaha dan atau
kegiatan mendukung pembangunan dari sektor ekonomi kurang diperhatikan,
sehingga ada kecenderungan terjadi penurunan daya dukung lingkungan dan
menipisnya ketersediaan sumberdaya alam yang ada serta penurunan kualitas
lingkungan hidup. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang tidak
dilakukan sesuai dengan daya dukungnya dapat menimbulkan adanya krisis pangan,
krisis air, krisis energi dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa
hampir seluruh jenis sumberdaya alam dan komponen lingkungan hidup di Indonesia
cenderung mengalami penurunan kualitas dan kuantitasnya dari waktu ke waktu. Dalam
pelaksanaan pembangunan di era Otonomi Daerah, pengelolaan lingkungan hidup
tetap mengacu pada Undang-undang No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan juga Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah serta Undang-undang No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah. Dalam melaksanakan kewenangannya diatur dengan Peraturan Pemerintah
No 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai
Daerah Otonom. Dalam pengelolaan lingkungan hidup Pemerintah Propinsi mempunyai
6 kewenangan terutama menangani lintas Kabupaten/Kota, sehingga titik berat
penanganan pengelolaan lingkungan hidup ada di Kabupaten/ Kota. Dalam surat
edaran Menteri Dalam Negeri No 045/560 tanggal 24 Mei 2002 tentang pengakuan
Kewenangan/Positif List terdapat 79 Kewenangan dalam bidang lingkungan hidup.Sejalan
dengan lajunya pembangunan nasional yang dilaksanakan permasalahan lingkungan
hidup yang saat ini sering dihadapi adalah kerusakan lingkungan di sekitar
areal pertambangan yang berpotensi merusak bentang alam dan adanya tumpang
tindih penggunaan lahan untuk pertambangan di hutan lindung. Kasus-kasus
pencemaran lingkungan juga cenderung meningkat. Kemajuan transportasi dan
industrialisasi yang tidak diiringi dengan penerapan teknologi bersih
memberikan dampak negatif terutama pada lingkungan perkotaan. Sungai-sungai di
perkotaan tercemar oleh limbah industri dan rumah tangga. Kondisi tanah semakin
tercemar oleh bahan kimia baik dari sampah padat, pupuk maupun pestisida.
Masalah pencemaran ini disebabkan masih rendahnya kesadaran para pelaku dunia
usaha ataupun kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat dengan kualitas
lingkungan yang baik. Dengan kata lain permasalahan lingkungan tidak semakin
ringan namun justru akan semakin berat, apalagi mengingat sumberdaya alam
dimanfaatkan untuk melaksanakan pembangunan yang bertujuan memenuhi dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan kondisi tersebut maka pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan ditingkatkan
kualitasnya dengan dukungan penegakan hukum lingkungan yang adil dan tegas, sumberdaya
manusia yang berkualitas, perluasan penerapan etika lingkungan serta asimilasi
sosial budaya yang semakin mantap. Perlu segera didorong terjadinya perubahan
cara pandang terhadap lingkungan hidup yang berwawasan etika lingkungan melalui
internalisasi kedalam kegiatan/proses produksi dan konsumsi, dan menanamkan
nilai dan etika lingkungan dalam kehidupan sehari-hari termasuk proses
pembelajaran sosial serta pendidikan formal pada semua tingkatan. Dalam
pelaksanaan pembangunan nasional yang berkelanjutan, sektor Sumberdaya Alam dan
Lingkungan Hidup perlu memperhatikan penjabaran lebih lanjut mandat yang
terkandung dari Program Pembangunan Nasional, yaitu pada dasarnya merupakan
upaya untuk mendayagunakan sumberdaya alam yang dipergunakan sebesar besarnya
untuk kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan
keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan
ekonomi dan budaya masyarakat lokal sertapenataan ruang. Hasil KTT Pembangunan
Berkelanjutan (World Summit on Sustainable Development - WSSD) di Johannesburg
Tahun 2002, Indonesia aktif dalam membahas dan berupaya mengatasi kemerosotan
kualitas lingkungan hidup, maka diputuskan untuk melaksanakan pembangunan
berkelanjutan untuk kesejahteraan generasi sekarang dan yang akan datang dengan
bersendikan pada pembangunan ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup yang
berimbang sebagai pilar-pilar yang saling tergantung dan memperkuat satu sama
lain. Pembangunan berkelanjutan dirumuskan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan
masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang.
Pembangunan berkelanjutan mengandung makna jaminan mutu kehidupan manusia dan
tidak melampaui kemampuan ekosistem untuk mendukungnya. Dengan demikian
pengertian pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan pada saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan
datang dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Konsep ini mengandung dua
unsur :
- Yang pertama adalah kebutuhan,
khususnya kebutuhan dasar bagi golongan
masyarakat yang kurang beruntung, yang amat perlu mendapatkan prioritas
tinggi dari semua negara.
- Yang kedua adalah keterbatasan.
Penguasaan teknologi dan organisasi sosial harus
memperhatikan keterbatasan kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan
manusia pada saat ini dan di masa depan.
Hal ini
mengingat visi pembangunan berkelanjutan bertolak dari Pembukaan Undang -
Undang Dasar 1945 yaitu terlindunginya segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia; tercapainya kesejahteraan umum dan kehidupan bangsa
yang cerdas; dan dapat berperannya bangsa Indonesia dalam melaksankan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial. Dengan demikian, visi pembangunan yang kita anut adalah pembangunan
yang dapat memenuhi aspirasi dan kebutuhan masyarakat generasi saat ini tanpa
mengurangi potensi pemenuhan aspirasi dan kebutuhan generasi mendatang. Oleh
karena itu fungsi lingkungan hidup perlu terlestarikan. Kebijakan pembangunan
Nasional menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan yang memadukan ketiga
pilar pembangunan yaitu bidang ekonomi, sosial dan lingkungan hidup. Dalam
penerapan prinsip Pembangunan Berkelanjutan tersebut pada Pembangunan Nasional
memerlukan kesepakatan semua pihak untuk memadukan tiga pilar pembangunan
secara proposional. Sejalan dengan itu telah diupayakan penyusunan Kesepakatan
Nasional dan Rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan melalui serangkaian
pertemuan yang diikuti oleh berbagai pihak. Konsep pembangunan berkelanjutan
timbul dan berkembang karena timbulnya kesadaran bahwa pembangunan ekonomi dan
sosial tidak dapat dilepaskan dari kondisi lingkungan hidup.
KEBIJAKAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM OTONOMI DAERAH
Pengelolaan
lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan dan pencemaran serta
pemulihan kualitas lingkungan telah menuntut dikembangkannya berbagai perangkat
kebijaksanaan dan program serta kegiatan yang didukung oleh sistem pendukung
pengelolaan lingkungan lainnya. Sistem tersebut mencakup kemantapan
kelembagaan,sumberdaya manusia dan kemitraan lingkungan, disamping perangkat
hukum dan perundangan,informasi serta pendanaan. Sifat keterkaitan
(interdependensi) dan keseluruhan (holistik) dari esensi lingkungan telah
membawa konsekuensi bahwa pengelolaan lingkungan, termasuk sistem pendukungnya
tidak dapat berdiri sendiri, akan tetapi terintegrasikan dan menjadi roh dan
bersenyawa dengan seluruh pelaksanaan pembangunan sektor dan daerah.
Kebijakan
Nasional dan Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Sesuai
dengan Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 25
Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah
Otonom, dalam bidang lingkungan hidup memberikan pengakuan politis melalui
transfer otoritas dari pemerintah pusat kepada daerah:
- Meletakkan daerah pada posisi
penting dalam pengelolaan lingkungan hidup.
- Memerlukan prakarsa lokal dalam
mendesain kebijakan.
- Membangun hubungan
interdependensi antar daerah.
- Menetapkan pendekatan
kewilayahan.
Dapat
dikatakan bahwa konsekuensi pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004 dengan PP No. 25
Tahun 2000, Pengelolaan Lingkungan Hidup titik tekannya ada di Daerah, maka
kebijakan nasional dalam bidang lingkungan hidup secara eksplisit PROPENAS
merumuskan program yang disebut sebagai pembangunan sumberdaya alam dan
lingkungan hidup. Program itu mencakup :
- Program Pengembangaan dan
Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
Program ini
bertujuan untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang lengkap mengenai
potensi dan produktivitas sumberdaya alam dan lingkungan hidup melalui
inventarisasi dan evaluasi, serta penguatan sistem informasi. Sasaran yang
ingin dicapai melalui program ini adalah tersedia dan teraksesnya informasi
sumberdaya alam dan lingkungan hidup, baik berupa infrastruktur data spasial,
nilai dan neraca sumberdaya alam dan lingkungan hidup oleh masyarakat luas di
setiap daerah.
- Program Peningkatan Efektifitas
Pengelolaan, Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Alam.
Tujuan dari
program ini adalah menjaga keseimbangan pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya
alam dan lingkungan hidup hutan, laut, air udara dan mineral. Sasaran yang akan
dicapai dalam program ini adalah termanfaatkannya, sumber daya alam untuk
mendukung kebutuhan bahan baku industri secara efisien dan berkelanjutan.
Sasaran lain di program adalah terlindunginya kawasan-kawasan konservasi dari
kerusakan akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak terkendali dan
eksploitatif
- Program Pencegahan dan
Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup.
Tujuan
program ini adalah meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya mencegah
kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan yang
rusak akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan, serta kegiatan
industri dan transportasi. Sasaran program ini adalah tercapainya kualitas
lingkungan hidup yang bersih dan sehat adalah tercapainya kualitas lingkungan
hidup yang bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu lingkungan yang ditetapkan.
- Program Penataan Kelembagaan
dan Penegakan Hukum, Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian
Lingkungan Hidup.
Program ini
bertujuan untuk mengembangkan kelembagaan, menata sistem hukum, perangkat hukum
dan kebijakan, serta menegakkan hukum untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya
alam dan pelestarian lingkungan hidup yang efektif dan berkeadilan. Sasaran
program ini adalah tersedianya kelembagaan bidang sumber daya alam dan
lingkungan hidup yang kuat dengan didukung oleh perangkat hukum dan perundangan
serta terlaksannya upaya penegakan hukum secara adil dan konsisten.
- Progam Peningkatan Peranan
Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya alam dan Pelestarian fungsi
Lingkungan Hidup.
Tujuan dari
program ini adalah untuk meningkatkan peranan dan kepedulian pihak-pihak yang
berkepentingan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi
lingkungan hidup. Sasaran program ini adalah tersediaanya sarana bagi
masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan
hidup sejak proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan, perencanaan,
pelaksanaan sampai pengawasan.
Kebijakan
Nasional dan Daerah dalam Penegakan Hukum Lingkungan
Sisi lemah
dalam pelaksanaan peraturan perundangan lingkungan hidup yang menonjol adalah
penegakan hukum, oleh sebab itu dalam bagian ini akan dikemukakan hal yang
terkait dengan penegakan hukum lingkungan. Dengan pesatnya pembangunan nasional
ang dilaksanakan yang tujuannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, ada
beberapa sisi lemah, yang menonjol antara lain adalah tidak diimbangi ketaatan
aturan oleh pelaku pembangunan atau sering mengabaikan landasan aturan yang
mestinya sebagai pegangan untuk dipedomani dalam melaksanakan dan mengelola
usaha dan atau kegiatannya, khususnya menyangkut bidang sosial dan lingkungan
hidup, sehingga menimbulkan permasalahan lingkungan. Oleh karena itu, sesuai
dengan rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan dalam Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup dilakukan meningkatkan kualitas lingkungan melalui
upaya pengembangan sistem hukum, instrumen hukum, penaatan dan penegakan hukum
termasuk instrumen alternatif, serta upaya rehabilitasi lingkungan. Kebijakan
daerah dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup khususnya permasalahan
kebijakan dan penegakan hukum yang merupakan salah satu permasalahan lingkungan
hidup di daerah dapat meliputi :
- Regulasi Perda tentang
Lingkungan.
- Penguatan Kelembagaan
Lingkungan Hidup.
- Penerapan dokumen pengelolaan
lingkungan hidup dalam proses perijinan
- Sosialisasi/pendidikan tentang peraturan
perundangan dan pengetahuan lingkungan hidup.
- Meningkatkan kualitas dan
kuantitas koordinasi dengan instansi terkait dan stakeholders
- Pengawasan terpadu tentang
penegakan hukum lingkungan.
- Memformulasikan bentuk dan
macam sanksi pelanggaran lingkungan hidup. Peningkatan kualitas dan
kuantitas sumberdaya manusia.
- Peningkatan pendanaan dalam
pengelolaan lingkungan hidup.
Pengelolaan
Lingkungan Hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan
hidup yang meliputi kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan,
pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup,
sedangkan yang dimaksud lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lain. Kondisi lingkungan hidup dari waktu ke waktu ada kecenderungan
terjadi penurunan kualitasnya, penyebab utamanya yaitu karena pada tingkat
pengambilan keputusan, kepentingan pelestarian sering diabaikan sehingga
menimbulkan adanya pencemaran dan kerusakan lingkungan. Dengan terjadinya
pencemaran dan kerusakan lingkungan ternyata juga menimbulkan konflik sosial
maupun konflik lingkungan.Dengan berbagai permasalahan tersebut diperlukan
perangkat hukum perlindungan terhadap lingkungan hidup, secara umum telah
diatur dengan Undang-undang No.4 Tahun 1982. Namun berdasarkan pengalaman dalam
pelaksanaan berbagai ketentuan tentang penegakan hukum sebagaimana tercantum
dalam Undang-undang Lingkungan Hidup, maka dalam Undang-Undang Pengelolaan
Lingkungan Hidup diadakan berbagai perubahan untuk memudahkan penerapan
ketentuan yang berkaitan dengan penegakan hukum lingkungan yaitu Undang-undang
No 4 Tahun 1982 diganti dengan Undang-undang No.23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan kemudian diatur lebih lanjut dalam peraturan
pelaksanaanya.Undang-undang ini merupakan salah satu alat yang kuat dalam
melindungi lingkungan hidup. Dalam penerapannya ditunjang dengan peraturan perundang-undangan
sektoral. Hal ini mengingat Pengelolaan Lingkungan hidup memerlukan koordinasi
dan keterpaduan secara sektoral dilakukan oleh departemen dan lembaga
pemerintah non-departemen sesuai dengan bidang tugas dan tanggungjawab
masing-masing, seperti Undang-undang No. 22 Th 2001 tentang Gas dan Bumi, UU
No. 41 Th 1999 tentang kehutanan, UU No. 24 Th 1992 tentang Penataan Ruang dan
diikuti pengaturan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah, Keputusan
Presiden, Keputusan Menteri, Peraturan Daerah maupun Keputusan Gubernur.
POTRET
LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH
Mengingat
kompleksnya pengelolaan lingkungan hidup dan permasalahan yang bersifat lintas
sektor dan wilayah, maka dalam pelaksanaan pembangunan diperlukan perencanaan
dan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang sejalan dengan prinsip
pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan ekonomi, sosial budaya, lingkungan
hidup yang berimbang sebagai pilar-pilar yang saling tergantung dan saling
memperkuat satu sama lain. Di dalam pelaksanaannya melibatkan berbagai fihak,
serta ketegasan dalam penaatan hukum lingkungan. Diharapkan dengan adanya
partisipasi barbagai pihak dan pengawasan serta penaatan hukum yang betul-betul
dapat ditegakkan, dapat dijadikan acuan bersama untuk mengelola lingkungan
hidup dengan cara yang bijaksana sehingga tujuan pembangunan berkelanjutan
betul-betul dapat diimplementasikan di lapangan dan tidak berhenti pada slogan
semata. Namun demikian fakta di lapangan seringkali bertentangan dengan apa
yang diharapkan. Hal ini terbukti dengan menurunnya kualitas lingkungan hidup
dari waktu ke waktu, ditunjukkan beberapa fakta di lapangan yang dapat diamati.
Hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup di daerah dalam era
otonomi daerah antara lain sebagai berikut.
- Ego sektoral dan daerah.
Otonomi daerah yang diharapkan dapat melimbahkan sebagian kewenangan
mengelola lingkungan hidup di daerah belum mampu dilaksanakan dengan baik.
Ego kedaerahan masih sering nampak dalam pelaksanaan pengelolaan
lingkungan, hidup, demikian juga ego sektor. Pengelolaan lingkungan hidup
sering dilaksanakan overlaping antar sektor yang satu dengan sektor yang
lain Tumpang tindih perencanaan antar sektor. Kenyataan menunjukkan bahwa
dalam perencanaan program (termasuk pengelolaan lingkungan hidup) terjadi
tumpang tindih antara satu sektor dan sektor lain
- Pandanaan yang masih sangat
kurang untuk bidang lingkungan hidup. Program dan kegiatan mesti didukung
dengan dana yang memadai apabila mengharapkan keberhasilan dengan baik.
Walaupun semua orang mengakui bahwa lingkungan hidup merupakan bidang yang
penting dan sangat diperlukan, namun pada kenyataannya PAD masih terlalu
rendah yang dialokasikan untuk program pengelolaan lingkungan hidup,
diperparah lagi tidak adanya dana dari APBN yang dialokasikan langsung ke
daerah untuk pengelolaan lingkungan hidup.
- Keterbatasan sumberdaya
manusia. Harus diakui bahwa didalam pengelolaan lingkungan hidup selain
dana yang memadai juga harus didukung oleh sumberdaya yang mumpuni.
Sumberdaya manusia seringkali masih belum mendukung. Personil yang
seharusnya bertugas melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup (termasuk
aparat pemda) banyak yang belum memahami secara baik tentang arti
pentingnya lingkungan hidup.
- Eksploitasi sumberdaya alam
masih terlalu mengedepankan profit dari sisi ekonomi. Sumberdaya alam
seharusnya digunakan untuk pembangunan untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat. Walaupun kenyataannya tidak demikian; eksploitasi bahan
tambang, logging hanya menguntungkan sebagian masyarakat, aspek lingkungan
hidup yang seharusnya, kenyataannya banyak diabaikan. Fakta menunjukkan
bahwa tidak terjadi keseimbangan antara ekonomi dan lingkungan hidup.
Masalah lingkungan hidup masih belum mendapatkan porsi yang semestinya.
- Lemahnya implementasi paraturan
perundangan. Peraturan perundangan yang berkaitan dengan lingkungan hidup,
cukup banyak, tetapi dalam implementasinya masih lemah. Ada beberapa pihak
yang justru tidak melaksanakan peraturan perundangan dengan baik, bahkan
mencari kelemahan dari peraturan perundangan tersebut untuk dimanfaatkan
guna mencapai tujuannya.
- Lemahnya penegakan hukum
lingkungan khususnya dalam pengawasan. Berkaitan dengan implementasi
peraturan perundangan adalah sisi pengawasan pelaksanaan peraturan
perundangan. Banyak pelanggaran yang dilakukan (pencemaran lingkungan,
perusakan lingkungan), namun sangat lemah didalam pemberian sanksi hukum.
- Pemahaman masyarakat tentang
lingkungan hidup. Pemahaman dan kesadaran akan pentingnya lingkungan hidup
sebagian masyarakat masih lemah dan hal ini, perlu ditingkatkan. Tidak
hanya masyarakat golongan bawah, tetapi dapat juga masyarakat golongan
menegah ke atas, bahkan yang berpendidikan tinggi pun masih kurang
kesadarannya tentang lingkungan hidup.
- Penerapan teknologi yang tidak
ramah lingkungan. Penerapan teknologi tidak ramah lingkungan dapat terjadi
untuk mengharapkan hasil yang instant, cepat dapat dinikmati. Mungkin dari
sisi ekonomi menguntungkan tetapi mengabaikan dampak lingkungan yang
ditimbulkan. Penggunaan pupuk, pestisida, yang tidak tepat dapat menyebabkan
pencemaran lingkungan.
Perlu
dicatat bahwa sebetulnya di tiap-tiap daerah terdapat kearifan lokal yang
sering sudah menggunakan teknologi yang ramah lingkungan secara turun-temurun.
Tentu saja masih banyak masalah-masalah lingkungan hidup yang terjadi di
daerah-daerah otonom yang hampir tidak mungkin untuk diidentifakasi satu per
satu, yang kesemuanya ini timbul akibat “pembangunan” di daerah yang pada
intinya ingin mensejahterakan masyarakat, dengan segala dampak yang
ditimbulkan. Dengan fakta di atas maka akan timbul pertanyaan, apakah
sebetulnya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan masih
diperhatikan dalam pembangunan kita. Apakah kondisi lingkungan kita dari waktu
ke waktu bertambah baik, atau bertambah jelek? Hal ini sangat diperkuat dengan
fakta seringnya terjadi bencana alam baik tsunami, gempabumi, banjir,
kekeringan, tanah longsor, semburan lumpur dan bencana alam lain yang
menyebabkan lingkungan kita menjadi turun kualitasnya. Tentu saja tidak ada
yang mengharapkan itu semua terjadi. Sebagian bencana alam juga disebabkan oleh
ulah manusia itu sendiri.
KESIMPULAN
Begitu
banyaknya masalah yang terkait dengnan lingkungan hidup yang berkaitan dengan
pembangunan. Masalah tersebut dapat timbul akibat proses pembangunan yang kurang
memperhatikan aspek lingkungan hidup. Di era otonomi ini tampak bahwa ada
kecenderungan permasalahan lingkungan hidup semakin bertambah kompleks, yang
seharusnya tidak demikian halnya. Ada sementara dugaan bahwa kemerosotan
lingkungan hidup tekait dengan pelaksanaan otonomi daerah, di mana daerah ingin
meningkatkan PAD dengan melakukan eksploitasi sumberdaya alam yang kurang
memperhatikan aspek lingkungan hidup dengan semestinya. Dengan cara seperti ini
maka terjadi kemerosotan kualitas lingkungan di mana-mana, yang diikuti dengan
timbulnya bencana alam. Terdapat banyak hal yang menyebabkan aspek lingkungan
hidup menjadi kurang diperhatikan dalam proses pembangunan, yang bervariasi
dari daerah satu dengan daerah yang lain, dari hal-hal yang bersifat lokal
seperti ketersediaan SDM sampai kepada hal-hal yang berskala lebih luas seperti
penerapan teknologi yang tidak ramah lingkungan. Peraturan perundangan yang
berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup sudah cukup memadai, namun
demikian didalam pelaksanaanya, termasuk dalam pengawasan, pelaksanaannya perlu
mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh. Hal ini sangat terkait dengan niat
baik pemerintah termasuk pemerintah daerah, masyarakat dan pihak-pihak yang
berkepentingan untuk mengelola lingkungan hidup dengan sebaik-baiknya agar
prinsip pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan dapat terselenggara
dengan baik. Oleh karena pembangunan pada dasarnya untuk kesejahteraan
masyarakat, maka aspirasi dari masyarakat perlu didengar dan program-program kegiatan
pembangunan betul-betul yang menyentuh kepentingan masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA