Translate

Selasa, 02 Desember 2014

Kesalahan Elementer Seorang Auditor Berakibat Fatal

Profesi akuntan publik dikenal oleh masyarakat dari jasa audit yang disediakan bagi pemakai informasi keuangan. Timbul dan berkembangnya profesi akuntan publik di suatu negara adalah sejalan dengan berkembangnya perusahaan dan berbagai bentuk badan hukum perusahaan di negara tersebut. Jika perusahaan-perusahaan di suatu negara seperti Indonesia misalnya, berkembang sedemikian rupa sehingga tidak hanya memerlukan modal dari pemiliknya, namun mulai memerlukan modal dari kreditur, dan jika timbul berbagai perusahaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas yang modalnya berasal dari masyarakat, jasa auditor publik mulai diperlukan. Dari profesi akuntan publik  inilah masyarakat kreditur dan investor atau calon kreditur dan calon investor mengharapkan penilaian yang bebas tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan. Dalam melakukan tugasnya, Akuntan Publik wajib mematuhi Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan kode etik yang telah ditetapkan. Apabila melanggar, Akuntan Publik bisa dikenakan sanksi, salah satunya adalah sanksi pembekuan izin. Sanksi pembekuan izin ini dikenakan jika Akuntan Publim (AP) atau Kantor Akuntan Publik (KAP) melakukan pelanggaran berat berupa pelanggaran ketentuan pasal-pasal tentang Akuntan Publik  dan melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) serta kode etik yang berpengaruh terhadap laporan keuangan. Hal tersebut terjadi pada Djoko Sutarjo, Akuntan Publik yang mengaudit laporan keuangan PT Myoh Technology Tbk dibekukan izinnya. Kesalahannya cukup fatal karena dia melanggar Standar Profesional Akuntan Publik dan Kode Etik IAI.

Mantan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pada 4 Januari 2007 lalu, telah membekukan izin Akuntan Publik (AP) Djoko Sutardjo dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Hertanto, Djoko, Ikah & Sutrisno selama 18 bulan. Sanksi pembekuan izin ini diberikan karena terdapat pelanggaran atas pembatasan penugasan audit oleh Djoko Sutardjo dengan hanya melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Myoh Technology Tbk (MYOH). Penugasan ini dilakukan secara berturut-turut sejak tahun buku 2002 hingga tahun buku 2005. Pembekuan izin oleh Sri Mulyani ini merupakan tindak lanjut atas surat Ketua Bapepam-LK nomor S-348/BL/2006 tertanggal 6 Juni 2006. Berkaitan dengan hal tersebut, Akuntan Publik tersebut telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 24 Keputusan Menkeu nomor 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menkeu nomor 359/KMK.06/2003 dan dikategorikan sebagai pelanggaran berat sehingga dikenakan sanksi pembekuan izin. Kasus ini muncul ketika Djoko melakukan audit laporan keuangan PT. MYOH tahun 2005. Dalam audit itu terdapat kesalahan dalam hal penjumlahan dan penyajian arus kas  yang berakhir pada 31 Desember 2005. Kemudian, Direksi PT. MYOH meminta Djoko untuk mengaudit ulang dan merevisi laporan keuangan tersebut. Revisi kembali dilakukan pada Juni 2006. Hasil revisi ini telah disampaikan ke Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dan Bursa Efek Surbaya (BES). Sementara itu, Direktur Utama BES Bastian Purnama ketika itu menegaskan bahwa emiten berkode MYOH pada saat itu sedang bermasalah dengan BES. MYOH, kata Bastian sampai pada saat itu belum memenuhi kewajiban pembayaran biaya pencatatan saham tahunan (annual listing fee) priode 2006/2007. Padahal, ujarnya seharusnya biaya itu sudah dibayarkan sebelum Agustus 2006. Pihak BES sendiri telah melayangkan surat peringatan tertulis pada 28 Agustus 2006 lalu. Namun, hingga keluarnya surat peringatan tertulis yang ketiga pada 11 Oktober 2006, pihak MYOH belum juga melakukan pembayaran. Hingga akhirnya pada 9 Nopember 2006, BES melakukan penghentian sementara perdagangan saham (suspend) di semua pasar atas saham emiten MYOH. Kesal akan ketidak jelasan status pembayaran annual listing fee dari MYOH, pada 4 Januari 2006 BES memanggil direksi MYOH untuk melakukan dengar pendapat (hearing). Dalam hearing tersebut,  Direktur Utama MYOH David Jakubus Elisafan mengakui kalau perusahaannya saat itu sedang mengalami kesulitan arus kas (cash flow). David menjelaskan bahwa belum terpenuhinya kewajiban membayar biaya pencatatan saham priode 2006/2007 dikarenakan cash flow perusahaan yang rendah pada 2006, terutama setelah terjadinya penundaan pembayaran sebesar Rp 270 juta oleh dua klien hotel kepada MYOH.

Dalam menjalankan tugasnya, Akuntan publik wajib mematuhi Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI,  Kode etik IAI dan aturan etika akuntan IAI-Kompartemen Akuntan Publik dan Peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang berhubungan dengan bidang jasa yang diberikan. Dalam kasus ini, Djoko terbukti melakukan kesalahan yang cukup fatal karena dia melanggar Standar Profesional Akuntan Publik dan Kode Etik IAI. Kesalahannya fatal dikarenakan dalam proses auditnya, Djoko melakukan kesalahan dalam hal penjumlahan dan penyajian arus kas. Seorang Akuntan Publik harus bertanggung jawab kepada klienya. Klien adalah pemberi kerja (orang atau badan), yang  menugaskan seseorang atau lebih anggota IAI - KAP  bekerja untuk melaksanakan jasa professional. Dalam kasus ini klien yang menugaskan Djoko adalah PT. MYOH. Dikasus ini Djoko sudah bertanggung jawab dengan mengabulkan permintaan direksi PT. MYOH untuk melakukan audit ulang dan merevisi laporan keuangan PT. MYOH dan merevisi laporan keuangan PT MYOH dan hasil revisi tersebut sudah disampaikan ke Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dan Bursa Efek Surbaya (BES). Yang juga tidak kalah penting adalah sikap indepedensi, berintegritas dan objektiv seorang Akuntan Publik tetap harus dipegang teguh.

Dalam kasus ini, menurut Direktur BES,  PT. MYOH pada saat itu belum memenuhi kewajiban pembayaran biaya pencatatan saham tahunan (annual listing fee) periode 2006/2007. Padahal, menurut Direktur BES seharusnya biaya itu sudah dibayarkan sebelum Agustus 2006. Pihak BES sendiri telah melayangkan surat peringatan tertulis pada 28 Agustus 2006 lalu. Namun, hingga keluarnya surat peringatan tertulis yang ketiga pada 11 Oktober 2006, pihak MYOH belum juga melakukan pembayaran. Hingga akhirnya pada 9 Nopember 2006, BES melakukan penghentian sementara perdagangan saham (suspend) di semua pasar atas saham emiten MYOH. Jika dikaitkan dengan prinsip-prinsip GCG, PT. MYOH dalam hal ini tidak melindungi hak-hak pemegang sahamnya. Saham PT. MYOH sempat dihentikan sementara dikarenakan PT. MYOH telat membayar biaya pencatatan saham tahunan periode 2006/2007, dengan disuspend-nya MYOH pada saat itu cukup merugikan pemegang saham. Pada saat itu direksi PT. MYOH telah menjelaskan bahwa keterlambatan pembayaran biaya pencatatan saham dikarenakan perusahaan pada saat itu sedang mengalami kesulitan arus kas (cash flow). David selaku Direktur menjelaskan bahwa belum terpenuhinya kewajiban membayar biaya pencatatan saham priode 2006/2007 dikarenakan cash flow perusahaan yang rendah pada 2006, terutama setelah terjadinya penundaan pembayaran sebesar Rp 270 juta oleh dua klien hotel kepada MYOH. Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode etik dalam bisnis menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila  prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi “mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan.  

Akuntan Publik harus bertanggung jawab dalam pencegahan dan pendeteksian kecurangan atau kesalahan dalam pelaporan keuangan. Beberapa Statements on Auditing Standards (SAS)  yang dikeluarkan oleh Auditing Standards Board (ASB) di Amerika Serikat yang cukup penting diantaranya adalah SAS No. 110 “Fraud & Error” dinyatakan bahwa auditor harus dapat mendeteksi terhadap kesalahan material (material mistatement)  dalam laporan keuangan yang ditimbulkan oleh kecurangan atau  kesalahan (fraud or error). Dalam kasus ini, Djoko sebagai Akuntan Publik melakukan kesalahan yang cukup fatal  dalam hal penjumlahan dan penyajian arus kas  yang berakhir pada 31 Desember 2005. Kemudian, Direksi PT. MYOH meminta Djoko untuk mengaudit ulang dan merevisi laporan keuangan tersebut. Revisi kembali dilakukan oleh Djoko pada Juni 2006 sebagai bentuk tanggung jawab pendeteksian kesalahan dalam pelaporan keuangan. Hasil revisi ini telah disampaikan ke Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dan Bursa Efek Surbaya (BES).

Referensi
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16106/akuntan-publik-djoko

Jumat, 14 November 2014

Auditor BPKP Menerima “Sesuatu” Dari Itjen Kemendiknas

Auditor BPKP menerima suap saat penyusunan SOP kegiatan audit pengawasan dan pemeriksaan sarana prasarana bersama dengan Itjen Kemendiknas pada Januari 2009. Hal ini berdasarkan keterangan Tini Suhartini ketika bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, dalam sidang perkara korupsi perjalanan dinas fiktif  Itjen dan kegiatan audit bersama Itjen Kemendiknas, dengan terdakwa mantan Irjen Kemendiknas, Mohammad Sofyan. Tini yang pada saat itu menjabat sebagai Bendahara Pengeluaran Pembantu di Inspektorat I Kemendiknas, dihadapan majelis hakim Tini mengatakan, mestinya kegiatan penyusunan SOP itu akan dilakukan di Hotel Grand Jaya, Bogor. Tetapi kenyataanya malah dilaksanakan di lantai V Gedung Itjen Kemendiknas. Tini menambahkan, sisa anggaran kegiatan sebesar lebih dari Rp 200 juta sengaja dibagi-bagikan kepada para peserta, termasuk ke beberapa auditor BPKP.

Menurut lingkungan pekerjaan auditing, ada tiga tipe auditor yaitu  auditor independen, auditor pemerintah, dan auditor intern. Auditor BPKP ini termasuk auditor pemerintah  yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi dalam pemerintahan atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. Auditor BPKP merupakan auditor pemerintah yang juga merupakan akuntan, anggota Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yang dalam keadaan tertentu melakukan audit atas entitas yang menerbitkan laporan keuangan yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum  sebagaimana diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Karena itu auditor pemerintah tersebut wajib mengetahui dan mentaati kode etik Akuntan Indonesia dan Standar Audit sebagai mana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI.

Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan pengakuan profesi akan tanggungjawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi tanggung-jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku etika dan perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi. Kasus suap yang menimpa beberapa auditor BPKP menunjukan adanya pelanggaran terhadap prinsip etika profesi. Berikut adalah prinsip etika profesional auditor :

1. Tanggungjawab Profesi, Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap auditor harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilaksankannya. Dalam kasus suap auditor BPKP, jelas beberapa auditor tidak mempertimbangkan aspek moral dan professional dengan menerima sesuatu yang bukan haknya.

2. Kepentingan Publik, Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme. Dalam kasus ini, auditor BPKP seharusnya berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen dan profesionalisme.

3. Integritas, Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap auditor  BPKP harus memenuhi tanggungjawab profesionalnya dengan integritas setinggi    mungkin. Tidak menerima suap adalah cerimanan auditor yang berintegritas.

4. Objektivitas, Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang  diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan auditor bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain. Auditor tidak boleh menerima atau menawarkan hadiah atau entertainment yang dipercaya dapat menimbulkan pengaruh yang tidak pantas terhadap pertimbangan profesional mereka atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengan mereka. Auditor harus menghindari situasi-situasi yang dapat membuat posisi profesional mereka ternoda. Setiap auditor BPKP harus menjaga objektivitas dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.

5. Kompetensi dan Kehati – hatian Profesional, Setiap auditor BPKP harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati– hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.

6. Kerahasiaan, Auditor BPKP harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.

7. Perilaku Profesional, Setiap auditor BPKP harus berperilaku konsisten sesuai aturan yang telah ditetapakan dan menjauhi tindakan seperti menerima suap yang dapat mendiskreditkan profesi.

8. Standar Teknis, Setiap auditor harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan.

Dari  penjelasan  diatas,  kasus suap yang melibatkan auditor BPKP  tersebut tergolong dalam pelanggaran kode etik prinsip Tanggung jawab Profesi, integritas, objektivitas dan perilaku profesional. Hal ini menunjukan bahwa auditor BPKP tersebut tidak bekerja secara prinsip kode etik seorang auditor,sehingga terjadinya penyimpangan dan secara hukum auditor BPKP tersebut telah melanggar Pasal 12 huruf a UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi. Penegakan disiplin atas pelanggaran kode etik profesi adalah suatu keharusan agar ketentuan tersebut dipatuhi secara konsisten.

Referensi
http://www.merdeka.com/peristiwa/auditor-bpkp-terima-duit-saat-susun-sop-audit-kemendiknas.html
http://news.detik.com/read/2013/07/11/160452/2299721/10/
http://www.tribunnews.com/nasional/2013/07/11/auditor-bpkp-kecipratan-uang-haram-itjen-kemendiknas

Sabtu, 01 November 2014

Eksploitasi Membabi Buta Di Bumi Papua

Bumi Papua adalah surga dunia, dengan potensi sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya alam yang melimpah itu ternyata belum dinikmati seutuhnya oleh segenap warga Papua. Papua memiliki tambang emas terbesar di dunia, yang mana tambang emas tersebut dikelola oleh PT Freeport, perusahaan asing milik Amerika Serikat yang Sejak 1967 beroperasi dan mengeksploitasi sumber daya alam (SDA) di bumi Papua. Lebih dari 2,6 juta hektare lahan sudah dieksploitasi, termasuk 119.435 hektare kawasan hutan lindung dan 1,7 juta hektare kawasan hutan konservasi. Hak tanah masyarakat adat pun ikut digusur. Dari hasil eksploitasi itu, setiap hari, rata-rata perusahaan raksasa dan penyumbang terbesar industri emas di AS itu mampu meraih keuntungan Rp 114 miliar per hari. Jika keuntungan tersebut dikalikan 30 hari, keuntungan PT Freeport mencapai USD 589 juta atau sekitar Rp 3,534 triliun per bulan. Dalam setahun, keuntungan PT Freeport mencapai Rp70triliun per tahun.

Dalam beberapa tahun terakhir banyak permasalahan yang terjadi terkait eksploitasi tambang emas oleh PT Freeport, seperti kerusakan lingkungan akibat eksploitasi, lalu karyawan yang mogok kerja dan menuntut perbaikan kesejahteraan dikarenakan perbedaan indeks standar gaji karyawan kantor pusat Freeport di Amerika dengan kantor cabang Freeport di papua. Meskipun PT Freeport Indonesia terus meraup untung setiap hari, tapi pendapatan karyawannya sangat rendah dan tidak ada upaya peningkatan kesejahteraan karyawan. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari berbagai media, perusahaan Freeport dalam Group Freeport Mc Moran yang ada di Afrika, Amerika Selatan dan Amerika Utara, gaji karyawannya mencapai 30 dollar AS sampai 230 dollarAS perjam. Sedangkan gaji karyawan PT. Freeport Indonesia yang ada di Tembagapura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, hanya 2,1 dollar AS sampai 3,5 dollar AS perjam. Jelas hal ini melanggar Pasal 86 UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan UU Nomor 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan yang sudah diubah dengan UU Nomor 4/2009 tentang Minerba.

Belum lama ini, sebuah media online di tanah air memberitakan bahwa karyawan PT Freeport di Papua akan menggelar aksi mogok kerja selama sebulan terhitung sejak 6 November sampai 6 Desember 2014. Menurut informasi, rencana aksi mogok kerja para pekerja PT Freeport itu salah satunya dipicu karena Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Rozik B Soetjipto belum menjawab tuntutan pekerja untuk segera melengserkan belasan pejabat teras di lingkungan Freeport yang selama ini dinilai bertanggung jawab atas sejumlah kasus kecelakaan kerja yang menewaskan 44 pekerja, dalam hal ini PT Freeport Indonesia melanggar Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 Tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Jika dikaitkan dengan filsafat moral Utilitaliarisme yang mempunyai arti suatu kebijaksanaan atau tindakan dikatakan baik jika mendatangkan manfaat atau keuntungan bagi banyak orang, Berdasarkan teori Utilitaliarisme, PT.Freeport Indonesia dalam hal ini sangat bertentangan dengan etika Utilitaliarisme dengan melihat fakta terjadinya pencemaran lingkungan di papua akibat eksploitasi yang dilakukan PT Freeport Indonesia, mogoknya karyawan akibat perbedaan indeks standar gaji dan pelanggran HAM yang terjadi setahun yang lalu, tepatnya 14 Mei 2013 dimana terjadi runtuhan batuan yang menimbun sebuah ruang kelas di area fasilitas pelatihan Big Gossan, tambang bawah tanah PT Freeport Indonesia. Dari 38 karyawan yang mengikuti pelatihan, 28 orang diantaranya tewas tertimbun tanah longsor dan 10 orang mengalami luka-luka. Berdasarkan Hasil penyelidikan dan pemantauan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan PT Freeport Indonesia telah terbukti melakukan pelanggaran hak asasi manusia dalam peristiwa runtuhnya terowongan Big Gossan. PT Freeport Indonesia diduga kuat telah melakukan kelalaian dan kesalahan yang mengakibatkan hilangnya nyawa 28 pekerjanya. Kelalaian tersebut disebabkan perusahaan tambang itu telah membiarkan keadaan atau kurang mengawasi secara langsung sehingga timbulnya kondisi yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan.

Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan menurun tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark up, eksploitasi secara berlebihan, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabdian para pengusaha terhadap etika bisnis. Secara sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai suatu aturan main yang tidak mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus diingat dalam praktek bisnis sehari-hari etika bisnis dapat menjadi batasan bagi aktivitas bisnis yang dijalankan. Etika bisnis sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari elemen-elemen lainnya. Keberadaan usaha pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bisnis tidak hanya mempunyai hubungan dengan orang-orang maupun badan hukum sebagai pemasok, pembeli, penyalur, pemakai dan lain-lain. Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah :

1.  Pengendalian Diri
Dalam hal ini adalah para petinggi PT Freeport Indonesia diharapkan untuk tidak melakukan tindakan semena-mena kepada para karyawan yang menuntut kenaikan gaji dan perbaikan kesejahteraan. Isu yang muncul diberbagai media, para petinggi Freeport ”menyuap” aparat untuk ”menenangkan” karyawan yang suka menuntut kenaikan gaji. Hal tersebut seharusnya tidak boleh terjadi, ada baiknya petinggi Freeport mengajak para karyawan duduk bersama untuk menyelesaikan tuntutan kenaikan gaji.

2.   Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
PT Freeport Indonesia harus memperhatikan dampak dari aktivitas bisnis yang dilakukan, terutama dampak pencemaran lingkungan yang terjadi akibat eksploitasi tambang emas yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia. Hal ini telah diatur dalam PP 76/2008 tentang Kewajiban Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. Wujud pertanggung jawaban social juga bisa dilakukan PT Freeport Indonesia dengan memberikan bantuan beasiswa pendidikan bagi putra-putri asal Papua yang berprestasi.

3.   Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan"
Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-"ekspoitasi" lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa mendatang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.

4.   Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis.

5. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.

6.   Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan
Dalam kasus PT Freeport Indonesia, kegiatan pertambangan diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan batubara (Minerba). Untuk lebih merinci pelaksanaan dari Undang-Undang ini diturunkan kembali dalam bentuk peraturan pemerintah (PP) yang salah satunya adalah PP No 23 tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan pertambangan batubara. Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut.

Referensi:
http://www.tribunnews.com/pemilu-2014/2014/04/05/jokowi-kekayaan-alapapua-ya-untuk-rakyatnya
http://www.voaindonesia.com/content/komnas-ham-pt-freeport-langgar-ham-dalam-kasus-big-gossan-/1852274.html
http://www.tribunnews.com/regional/2014/10/28/ribuan-pekerja-freeport-indonesia-akan-mogok-kerja-sebulan-mulai-6-november

Selasa, 06 Mei 2014

Punctuation Mark

5. A. "Where are you going?" asked the rabbit.
B. The rabbit asked, "Where are you going?"
6. A. "I am going to hunt rabbit" announced the dog loudly.
B. The dog announced loudly, "I am going to hunt the rabbits."
7. A. "That's very nice, where you find them?" said the rabbit.
B. The rabbit said, "That's very nice, where you find them?"
8. A. "There are dozens of them near the brook" replied the dog knowingly.
B. The dog replied knowingly, "There are dozens of them near the brook."
9. A. "Well, good luck in your hunting" mumbled the rabbit.
B. The rabbit mumbled, "Well, good luck in your hunting."
10. A. "Just a minute, you look like you know something about rabbit." shouted the dog.
B. The dog shouted, "Just a minute, you look like you know something about rabbit."
11. A. "Yes, I do" said the rabbit in a soft voice.
B. The rabbit in a soft voice said, "Yes, I do."
12. A. "Tell me, what you know?" roared the dog.
B. The dog roared, "Tell me, what you know?"
13. A. "I know enough, as she hopped off into the bushes to recognize a good escape when I see one" whispered the rabbit.
B. The rabbit whispered, "I know enough, as she hoppe

Rabu, 09 April 2014

Job Vacancy










 Jakarta, April 10, 2014

Attention:

HRD PT IKI

Dear Sir/Madam,

Refer to your requirement advertised in jobsdb.com  April 10, 2014
. I am writing to express my interest in Accounting Controller position in your company. I am interested to joint and to contribute with your respected company.

I am twenty-one years of age, single and in good health condition. I was graduated from Gunadarma University, Depok in 2014. My scholastic record is satisfactory and also skilled at Accounting duties. I am be able to use English both oral and written, computer literate, able to use MS Office package such as MS Excel, MS Word, MS PowerPoint, MS OutLook and Internet, also familiar with English Correspondences and Administration duties.

Now, I am working as Accounting Staff at PT. Jaya Makmur. I am willing to learn and work very well with others and anxious to put my knowledge into practical. Enclosed is my resume and latest photograph for your review and considerations.

I hope you will grant me an interview and the opportunity to give you more details about my self.


Yours faithfully,


Sigit Kartiko,SE


Selasa, 07 Januari 2014

Kenaikan Harga Elpiji 12 Kg Ancam UMKM

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG –- Wakil Ketua Bidang UMKM, Koperasi, dan Kemitraan Kadin Jabar, Iwan Gunawan, meminta pemerintah melakukan intervensi terhadap PT Pertamina (Persero) agar membatalkan kenaikan harga gas elpiji 12 kilogram (kg). Jika kenaikan harga gas elpiji 12 kg terus dijalankan akan mengancam kehidupan usaha kecil dan menengah. ‘’Dampak kenaikan ini dirasakan langsung oleh kelompok UMKM,’’kata dia kepada ROL, Senin (6/1).


Gas elpiji, kata Iwan, merupakan komponen bahan tetap bagian UMKM. Oleh karena itu, kenaikan harga gas elpiji yang mencapai 68 persen tersebut, akan membuat dunia usaha kecil rontok. Ia memperkirakan dalam hitungan beberapa bulan ke depan dampak kenaikan gas elpiji itu akan dirasakan oleh kalangan UMKM. 



‘’Saya melihat upaya untuk tetap bertahan akan dilakukan. Tapi celahnya sangat kecil. Mau mengurangi kuantitas produksi jelas akan mempengaruhi kepercayaan konsumen,’’ujar dia.



Iwan menilai kenaikan harga gas elpiji kali ini merupakan ‘kejadian luar biasa’ bagi perekonomian di Indonesia. Apalagi, kata dia, pada 2014 ini merupakan tahun politik yang dampaknya akan sangat besar dirasakan oleh dunia usaha. 



Menurutnya, tanpa ada kenaikan harga gas elpiji saha, dunia usaha akan terpanguruh oleh pelaksanaan pemilu legislatif dan pilpres. ‘’Ini ditambah dengan kenaikan gas elpiji yang sangat tidak rasional,’’kata dia.



Kenaikan harga gas elpiji dari Rp 75 ribu menjadi Rp 140 ribu per tabung di tingkat pengecer, lanjut Iwan, akan menimbulkan konsekwensi lanjutan. Ia memastikan akan terjadi konsumsi gas elpiji 3 kg yang signifikan. Pasalnya, imbuh dia, antara gas elpiji 3 kg dengan 12 kg terjadi selisih harga yang sangat tinggi. ‘’Kelompok usaha UMKM akan beralih ke gas elpiji 3 kg. Ini akan menimbulkan dampak lain yaitu distribusi gas untuk masyarakat kecil terganggu,’’kata dia.



Iwan menilai tidak ada kata terlambat bagi pemerintah untuk menekan Pertmina agar membatalkan kenaikan harga gas elpiji 12 kg. Kewenangan tersebut, imbuh dia, ada di tangan Presiden. ‘’Pertamina merupakan BUMN dimana tangan pemerintah masih sangat kuat. Tinggal Presiden saja yang mengintervensi Pertamina,’’ujarnya.


Analisis Masalah

Kenaikan harga gas elpiji ukuran 12 kg memberikan dampak yang cukup besar bagi UMKM karena gas elpiji merupakan salah satu komponen produksi yang paling penting terutama bagi para pemilik usaha kuliner. Dampak yang langsung dirasakan adalah berkurangnya laba karena kenaikan biaya produksi tidak bisa langsung diimbangi dengan kenaikan harga jual produk. Selain itu, banyaknya pemilik UMKM yang beralih menggunakan gas elpiji ukuran 3 kg akan mengganggu pasokan gas yang ditujukan bagi masyarakat umum. Agaknya pemerintah harus segera mengambil tindakan untuk menekan kenaikan harga gas elpiji ini agar dampaknya tidak semakin meluas dan merugikan masyarakat.

Realisasi Pendapatan Pajak 2013 Capai Rp 1.099 Triliun

JAKARTA, KOMPAS.com - Realisasi penerimaan pajak tahun 2013 mencapai Rp 1.099,9 triliun per 31 Desember 2013 lalu. Jumlah itu mencapai 96 persen dari target sepanjang tahun lalu Rp 1.139,32 triliun.

Namun demikian, penerimaan pajak tersebut masih didominasi perusahaan besar dan dari sektor usaha kecil masih sangat kurang.


Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan Fuad Rachmany mengungkapkan penerimaan pajak Indonesia sebagian besar masih berasal dari sektor tradeable, yakni sektor yang kegiatan ekonominya berorientasi pada pasar luar negeri.


"Sehingga memang kita terganggu sedikit terutama kalau kita lihat data pertumbuhan PDB kita secara total bagus. Ini menunjukkan ekonomi Indonesia semakin baik sebetulnya karena biarpun sektor tradeable-nya turun tapi sektor non-tradeable-nya sangat baik," kata Fuad di Kantor Kementerian Keuangan, Senin (6/1/2014).


Perbaikan ekonomi Indonesia yang dinilai semakin membaik tersebut, kata Fuad, sayangnya tidak diimbangi dengan penerimaan pajak dari sektor tradeable yang memadai. Fuad mengatakan salah satu penyebabnya adalah permasalahan infrastruktur.


"Faktor infrastruktur memang belum siap memajaki sektor-sektor yang non tradeable. Selain membutuhkan petugas pajak yang banyak sekali, tapi juga membutuhkan data-data karena sebagian sektor ini informal," ujar Fuad. 


Fuad mengakui sektor informal termasuk UKM telah menggenjot pertumbuhan ekonomi Indonesia ke arah membaik. Namun demikian, kontribusi penerimaan pajak dari sektor informal tersebut masih di bawah 2 persen.


"Sekitar 55 persen (penerimaan pajak) dari perusahaan besar, kemudian sekitar 45 persen berasal dari perusahaan menengah. Yang UKM di bawah 2 persen. UKM tumbuh sangat baik di Indonesia, ini perlu kita berikan pujian. Tetapi penerimaan pajak dari sektor UKM dan informal masih kurang," ungkap nya.


Analisis Masalah


Penerimaan pajak yang mencapai 96% dari target di tahun 2013 merupakan suatu perkembangan yang cukup baik walaupun masih didominasi oleh perusahan-perusahan besar. Kurangnya kesadaran membayar pajak bagi para pemilik UKM merupakan salah satu masalah yang menyebabkan penerimaan pajak dari sektor ini masih dibawah 2%. Pemerintah sebaiknya lebih berperan aktif dalam mengumpulkan data-data UKM agar pemungutan pajak bisa lebih tertib dan sesuai dengan yang ditargetkan.