Translate

Selasa, 02 Desember 2014

Kesalahan Elementer Seorang Auditor Berakibat Fatal

Profesi akuntan publik dikenal oleh masyarakat dari jasa audit yang disediakan bagi pemakai informasi keuangan. Timbul dan berkembangnya profesi akuntan publik di suatu negara adalah sejalan dengan berkembangnya perusahaan dan berbagai bentuk badan hukum perusahaan di negara tersebut. Jika perusahaan-perusahaan di suatu negara seperti Indonesia misalnya, berkembang sedemikian rupa sehingga tidak hanya memerlukan modal dari pemiliknya, namun mulai memerlukan modal dari kreditur, dan jika timbul berbagai perusahaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas yang modalnya berasal dari masyarakat, jasa auditor publik mulai diperlukan. Dari profesi akuntan publik  inilah masyarakat kreditur dan investor atau calon kreditur dan calon investor mengharapkan penilaian yang bebas tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan. Dalam melakukan tugasnya, Akuntan Publik wajib mematuhi Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan kode etik yang telah ditetapkan. Apabila melanggar, Akuntan Publik bisa dikenakan sanksi, salah satunya adalah sanksi pembekuan izin. Sanksi pembekuan izin ini dikenakan jika Akuntan Publim (AP) atau Kantor Akuntan Publik (KAP) melakukan pelanggaran berat berupa pelanggaran ketentuan pasal-pasal tentang Akuntan Publik  dan melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) serta kode etik yang berpengaruh terhadap laporan keuangan. Hal tersebut terjadi pada Djoko Sutarjo, Akuntan Publik yang mengaudit laporan keuangan PT Myoh Technology Tbk dibekukan izinnya. Kesalahannya cukup fatal karena dia melanggar Standar Profesional Akuntan Publik dan Kode Etik IAI.

Mantan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pada 4 Januari 2007 lalu, telah membekukan izin Akuntan Publik (AP) Djoko Sutardjo dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Hertanto, Djoko, Ikah & Sutrisno selama 18 bulan. Sanksi pembekuan izin ini diberikan karena terdapat pelanggaran atas pembatasan penugasan audit oleh Djoko Sutardjo dengan hanya melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Myoh Technology Tbk (MYOH). Penugasan ini dilakukan secara berturut-turut sejak tahun buku 2002 hingga tahun buku 2005. Pembekuan izin oleh Sri Mulyani ini merupakan tindak lanjut atas surat Ketua Bapepam-LK nomor S-348/BL/2006 tertanggal 6 Juni 2006. Berkaitan dengan hal tersebut, Akuntan Publik tersebut telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 24 Keputusan Menkeu nomor 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menkeu nomor 359/KMK.06/2003 dan dikategorikan sebagai pelanggaran berat sehingga dikenakan sanksi pembekuan izin. Kasus ini muncul ketika Djoko melakukan audit laporan keuangan PT. MYOH tahun 2005. Dalam audit itu terdapat kesalahan dalam hal penjumlahan dan penyajian arus kas  yang berakhir pada 31 Desember 2005. Kemudian, Direksi PT. MYOH meminta Djoko untuk mengaudit ulang dan merevisi laporan keuangan tersebut. Revisi kembali dilakukan pada Juni 2006. Hasil revisi ini telah disampaikan ke Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dan Bursa Efek Surbaya (BES). Sementara itu, Direktur Utama BES Bastian Purnama ketika itu menegaskan bahwa emiten berkode MYOH pada saat itu sedang bermasalah dengan BES. MYOH, kata Bastian sampai pada saat itu belum memenuhi kewajiban pembayaran biaya pencatatan saham tahunan (annual listing fee) priode 2006/2007. Padahal, ujarnya seharusnya biaya itu sudah dibayarkan sebelum Agustus 2006. Pihak BES sendiri telah melayangkan surat peringatan tertulis pada 28 Agustus 2006 lalu. Namun, hingga keluarnya surat peringatan tertulis yang ketiga pada 11 Oktober 2006, pihak MYOH belum juga melakukan pembayaran. Hingga akhirnya pada 9 Nopember 2006, BES melakukan penghentian sementara perdagangan saham (suspend) di semua pasar atas saham emiten MYOH. Kesal akan ketidak jelasan status pembayaran annual listing fee dari MYOH, pada 4 Januari 2006 BES memanggil direksi MYOH untuk melakukan dengar pendapat (hearing). Dalam hearing tersebut,  Direktur Utama MYOH David Jakubus Elisafan mengakui kalau perusahaannya saat itu sedang mengalami kesulitan arus kas (cash flow). David menjelaskan bahwa belum terpenuhinya kewajiban membayar biaya pencatatan saham priode 2006/2007 dikarenakan cash flow perusahaan yang rendah pada 2006, terutama setelah terjadinya penundaan pembayaran sebesar Rp 270 juta oleh dua klien hotel kepada MYOH.

Dalam menjalankan tugasnya, Akuntan publik wajib mematuhi Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI,  Kode etik IAI dan aturan etika akuntan IAI-Kompartemen Akuntan Publik dan Peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang berhubungan dengan bidang jasa yang diberikan. Dalam kasus ini, Djoko terbukti melakukan kesalahan yang cukup fatal karena dia melanggar Standar Profesional Akuntan Publik dan Kode Etik IAI. Kesalahannya fatal dikarenakan dalam proses auditnya, Djoko melakukan kesalahan dalam hal penjumlahan dan penyajian arus kas. Seorang Akuntan Publik harus bertanggung jawab kepada klienya. Klien adalah pemberi kerja (orang atau badan), yang  menugaskan seseorang atau lebih anggota IAI - KAP  bekerja untuk melaksanakan jasa professional. Dalam kasus ini klien yang menugaskan Djoko adalah PT. MYOH. Dikasus ini Djoko sudah bertanggung jawab dengan mengabulkan permintaan direksi PT. MYOH untuk melakukan audit ulang dan merevisi laporan keuangan PT. MYOH dan merevisi laporan keuangan PT MYOH dan hasil revisi tersebut sudah disampaikan ke Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dan Bursa Efek Surbaya (BES). Yang juga tidak kalah penting adalah sikap indepedensi, berintegritas dan objektiv seorang Akuntan Publik tetap harus dipegang teguh.

Dalam kasus ini, menurut Direktur BES,  PT. MYOH pada saat itu belum memenuhi kewajiban pembayaran biaya pencatatan saham tahunan (annual listing fee) periode 2006/2007. Padahal, menurut Direktur BES seharusnya biaya itu sudah dibayarkan sebelum Agustus 2006. Pihak BES sendiri telah melayangkan surat peringatan tertulis pada 28 Agustus 2006 lalu. Namun, hingga keluarnya surat peringatan tertulis yang ketiga pada 11 Oktober 2006, pihak MYOH belum juga melakukan pembayaran. Hingga akhirnya pada 9 Nopember 2006, BES melakukan penghentian sementara perdagangan saham (suspend) di semua pasar atas saham emiten MYOH. Jika dikaitkan dengan prinsip-prinsip GCG, PT. MYOH dalam hal ini tidak melindungi hak-hak pemegang sahamnya. Saham PT. MYOH sempat dihentikan sementara dikarenakan PT. MYOH telat membayar biaya pencatatan saham tahunan periode 2006/2007, dengan disuspend-nya MYOH pada saat itu cukup merugikan pemegang saham. Pada saat itu direksi PT. MYOH telah menjelaskan bahwa keterlambatan pembayaran biaya pencatatan saham dikarenakan perusahaan pada saat itu sedang mengalami kesulitan arus kas (cash flow). David selaku Direktur menjelaskan bahwa belum terpenuhinya kewajiban membayar biaya pencatatan saham priode 2006/2007 dikarenakan cash flow perusahaan yang rendah pada 2006, terutama setelah terjadinya penundaan pembayaran sebesar Rp 270 juta oleh dua klien hotel kepada MYOH. Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode etik dalam bisnis menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila  prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi “mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan.  

Akuntan Publik harus bertanggung jawab dalam pencegahan dan pendeteksian kecurangan atau kesalahan dalam pelaporan keuangan. Beberapa Statements on Auditing Standards (SAS)  yang dikeluarkan oleh Auditing Standards Board (ASB) di Amerika Serikat yang cukup penting diantaranya adalah SAS No. 110 “Fraud & Error” dinyatakan bahwa auditor harus dapat mendeteksi terhadap kesalahan material (material mistatement)  dalam laporan keuangan yang ditimbulkan oleh kecurangan atau  kesalahan (fraud or error). Dalam kasus ini, Djoko sebagai Akuntan Publik melakukan kesalahan yang cukup fatal  dalam hal penjumlahan dan penyajian arus kas  yang berakhir pada 31 Desember 2005. Kemudian, Direksi PT. MYOH meminta Djoko untuk mengaudit ulang dan merevisi laporan keuangan tersebut. Revisi kembali dilakukan oleh Djoko pada Juni 2006 sebagai bentuk tanggung jawab pendeteksian kesalahan dalam pelaporan keuangan. Hasil revisi ini telah disampaikan ke Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dan Bursa Efek Surbaya (BES).

Referensi
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16106/akuntan-publik-djoko