Translate

Kamis, 19 April 2012

Ruang Korupsi di Pajak


A. Pendahuluan
     Meskipun reformasi perpajakan yang pertama kali dilakukan di Indonesia telah berlangsung lebih dari 25 tahun, namun untuk pertama kalinya yaitu dalam perubahan ketiga atas undang-undang nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Saat ini ada pemikiran dari segelintir masyarakat yang melontarkan gagasan atau pemikiran untuk tidak membayar pajak. Mereka berpendapat bahwa karena meskipun sudah membayar pajak, namun mereka merasa tidak mendapatkan manfaat apapun dari pemerintah. Selain itu, penggunaan pajak oleh pemerintah dinilai tidak transparan.
     Fungsi Pajak:
·         Sebagai sumber penerimaan negara yang aman,murah, dan berkelanjutan
·         Sebagai Instrumen keadilan dan pemerataan
·         Sebagai Instrumen untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi dan sosial

B. Contoh kasus
     Di tengah usaha pemerintah menggenjot penerimaan pajak, lagi-lagi muncul kasus dugaan korupsi dengan tersangka seorang pegawai pajak. Di tengah kampanye pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi yang menjadi program keunggulan pemerintah, maka mencuatnya kasus korupsi pegawai pajak ini layaknya reklame paradoks di tengah keramaian. Indonesia dalam sistem perpajakan menganut pola self asessment atau penilaian kewajiban pajak dilakukan sendiri oleh wajib pajak. Agar berjalan optimal, sistem ini menuntut dukungan basis data yang komprehensif dan akurat. Direktorat jendral pajak dan dinas pendapatan daerah sejauh ini belum punya basis data yang komprehensif dan akurat. Akibatnya, alih-alih bisa mengecek silang, pemerintah hanya bisa menerima pajak sesuai dengan laporan saja. Tak sedikit suara-suara minor menyebutkan, jangan-jangan basis data sengaja tidak menjangkau semua yang seharusnya dijangkau pajak agar wilayah abu-abu atau ruang yang tak tercatat itu tetap lestari. Data ekslusif pasti punya selling point, prinsip ini memang berlaku dimana saja. Namun yang jelas, basis data pajak masih terbilang minimalis. Dari 12 juta badan usaha yang berdomisili tetap dan aktif, baru 446.000 badan usaha diantaranya atau 3,6 persen menyampaikan laporan tahunan. Dari 110 juta jiwa aktif bekerja, hanya 8,5 juta diantaranya atau 7,7 persen wajib pajak pribadi yang menyerahkan surat pemberitahuan tahunan. Dari tingkat partisipasi pajak yang sekecil itu saja, penerimaan pajak tahun 2011 sebesar Rp 878,7 triliun. Tahun ini targetnya Rp 1.032,5 triliun. Artinya yang tidak tercatat membayar pajak nilainya masih sangat besar. Di bidang pertambangan, misalnya Direktur jendral pajak Fuad Rachmany menyatakan pemerintah belum memiliki basis data yang komprehensif dan akurat. Selama ini pemerintah hanya menerima pajak sebagaimana dilaporkan perusahaan tanpa pernah tahu seberapa besar produksi rill dan ekspornya. Akibatnya, potensi rill pajak disektor pertambangan tak mengalir secara maksimal ke kas negara.
     Ditjen pajak baru mulai melakukan sensus pajak nasional per September tahun lalu. Tahun ini program itu rencananya akan dilanjutkan. Tidak bisa dipungkiri masih banyak terjadi persoalan di lapangan. Disamping basis data yang minim, perpajakan juga menghadapi persoalan pada regulasinya sendiri yang beberapa diantaranya masih multi interpretatif. Ini mulai dari tingkat surat keputusan direktur jendral pajak sampai undang-undang. Akibatnya sengketa pajak terus bermunculan. Menurut Darussalam, pengamat perpajakan dari Danny Darussalam Tax Center, ada 12.000 kasus sengketa pajak tercatat sepanjang tahun 2010. Dalam kasus-kasus sengketa pajak itulah sebagian besar bibit-bibit korupsi di perpajakan bersemi. Contohnya adalah Gayus Tambunan. Dalam sengketa pajak, wajib pajak tentu ingin kewajiban bayar pajaknya ditekan sekecil mungkin. Di mata oknum pegawai pajak dan pengadilan, ini adalah peluang menjual jasa “sulap”. Kompromi pun dilakukan, seperti kata Iwan Fals “tawar-menawar harga pas,tancap gas”. Laporan pajak kemudian disulap sedemikian rupa untuk menciutkan nilai pajak yang seharusnya dibayarkan. Kompensasinya berupa ongkos “salam tempel” kepada para penyulap laporan pajak. Ketika basis data minimum dan sengketa pajak menumpuk gara-gara regulasi yang multi-interpretatif, ruang kompromi tercipta dan mengundang para pemangku kepentingan perpajakan untuk masuk ke dalam kegelapan. Simsalabim

        
Satistik Realisai Penerimaan Pajak Dalam Negeri Tahun 2012

No
JENIS PAJAK
01-JAN
02-FEB
03-MAR
1
PPh NON MIGAS
30.190,26
25.957,69
28.897,79
2
PPh MIGAS
3.976,66
3.221,76
5.133,22
3
PPN DAN PPnBM
22.575,51
21.291,38
22.130,31
4
PBB
136,62
134,35
441,84
5
PAJAK LAINNYA
306,51
322,00
335,93

    
C. Langkah-langkah untuk mencegah korupsi yang berkaitan dengan pidana pajak :
1.           Tingkatkan kesejehateraan pegawai pemerintah dengan peningkatan pendapatan atau remunerasi karyawan dengan diiringi penegakan didiplin berupa sanksi yang setimpal secara konsisten sehingga mengurangi niat pegawai tesebut melakukan perbuatan suap atau korupsi
.
2.            Harus diberikan akses langsung kepada masyarakat pembayar pajak untuk mengetahui penggunaan pajak yang dilunasi sehingga memotivasi masyarakat untuk membayar pajak dengan benar tanpa berupaya melakuklan pengemplangan pajak.

3.           Terapkan prinsip good corporate governance dalam tata kelola pemerintahan dengan memperjelas reward and punishment serta tanggung jawab pekerjaan.

4.             Tingkatkan kualitas SDM pegawai pemerintah supaya dapat menjadi motor penggerak roda pembangunan.

5.             Sinkronisasikan langkah koordinasi antara instansi penegak hukum yang bertugas memberanta korupsi dengan Direktorat jen deral Pajak untuk mengedepankan penyelesaian pengusutan pemenuhan kewajiban perpajakan apabila seseorang atau perusahaan diduga melakukan tindak pidana korupsi.

6.       Efektifkan sosialisasi pencegahan korupsi kepada kalangan masyarakat terutama pelajar/mahasiswa untuk dapat mendorong langkah pencegahan korupsi yang lebih baik dari pada penindakan.

D. Kesimpulan
     Indonesia menjadi miskin bukan karena indonesia tidak mempunyai berbagai potensi sumber daya yang bisa dikelola, kemiskinan tersebut tak lain disebabkan kebiasaan para pengelola negara ini mengambil uang yang bukan menjadi haknya. Korupsi merajalela dalam berbagai aspek dan dimensi kehidupan sosial. Yang menjadi korban tentu saja rakyat kecil yang harus hidup menderita. Maka dari itu berhentilah korupsi, agar negara kita ini bisa maju dan sejahterah.


E. Referensi
Rosdiana,Haula dan Slamet,Edi,  Pengantar Ilmu Pajak, Edisi Pertama, Jakarta: Rajawali Pers, 2012.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar