Di Balik Kenaikan Tingkat Pengangguran
Pengangguran atau tuna
karya adalah
istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja,
bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang
berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan
karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan
jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya.Pengangguran sering kali menjadi
masalah dalam perekonomian karena
dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan
berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan
masalah-masalah sosial lainnya.Tingkat
pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran
dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan
menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang
menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang
berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap
penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat
menyebabkan kekacauan politik keamanan
dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat
jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara.
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah
"pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa
dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang. Pengangguran
umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak
sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang
mampumenyerapnya.Pengangguranseringkalimenjadimasalahdalam perekonomian
karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan
berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah
masalah social lainnya.
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan membandingkan jumlah pengangguran
dengan jumlah angkatan
kerja yang
dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus
mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat
kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat
menimbulkan efek psikologis yang
buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Kondisi ketenagakerjaan
pada bulan Agustus tahun ini memburuk. Hal ini terkonfirmasi dari statistik
ketenagakerjaan yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada Senin lalu (6
November). BPS melaporkan, tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Agustus 2013
mencapai 6,25 persen atau mengalami peningkatan sebesar 0,11 persen bila
dibandingkan dengan kondisi pada Agustus tahun lalu. TPT menunjukkan persentase
angkatan kerja yang sama sekali tidak bekerja. Sementara angkatan kerja adalah
penduduk berumur 15 tahun ke atas yang aktif secara ekonomi (economically
active) untuk memperoleh—atau membantu memperoleh—pendapatan. Jadi, TPT
sebesar 6,25 persen bermakna bahwa sekitar 6 dari setiap 100 angkatan kerja
pada Agustus 2013 sama sekali tidak bekerja. Pada Agustus 2013, jumlah angkatan
kerja diperkirakan mencapai 118,2 juta orang. Dengan demikian, jumlah
penganggur mencapai 7,39 juta orang. Angka ini mengalami kenaikan sebesar
0,15 juta orang bila dibandingkan dengan kondisi pada Agustus 2013. Sebetulnya,
kenaikan tingkat pengangguran pada Agustus 2013 mengkonfirmasi rendahnya
kualitas ketenagakerjaan di negeri ini. Secara faktual, meski TPT cukup rendah,
sebagian besar angkatan yang kerja yang bekerja sebetulnya bergelut di sektor
informal. Pada Agustus 2013, misalnya, sekitar 62 persen angkatan yang kerja
yang bekerja “mengais nasi” di sektor informal. Sebagaimana diketahui, para
pekerja di sektor informal lebih diasosiasikan dengan ketiadaan jaminan kerja
(kontrak kerja dan perlindungan sosial) dan pendapatan yang rendah. Pada
Agustus 2013, TPT mengalami lonjakan karena Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas) yang memotret kondisi ketenagakerjaan dihelat bersamaan denga bulan
Suci Ramadhan. Pada bulan ini—terutama menjelang dan beberapa hari setelah Idul
Fitri, banyak pekerja di sektor informal yang memutuskan berhenti bekerja untuk
sementara waktu. Dengan demikian, tantangan pemerintah dewasa ini sebetulnya
bukan hanya bagaimana menekan angka pengangguran serendah mungkin. Yang juga
tidak kalah penting adalah penyediaan lapangan pekerjaan yang berkualitas bagi
angkatan kerja. Apa gunanya TPT relatif rendah, namun pada saat yang
bersamaan sebagian besar angkatan kerja bergelut di sektor informal. Tidak usah
heran bila banyak penduduk negeri ini yang mengadu nasib sebagai TKI di negeri
orang—meski di sektor informal. Ini adalah konsekuensi dari ketidakmampuan
negara menyediakan lapangan pekerjaan berkualitas dengan pendapatan yang
mencukupi bagi mereka di dalam negeri.Sebagai bangsa tentu kita malu kala
menyaksikan para TKI kita terlunta-lunta dan dideportasi di negeri orang
seperti yang sedang ramai diberitakan oleh pelbagai media belakangan ini.
Kondisi seperti ini sudah sepatutnya tidak terus berulang.
Berikut
beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai solusi mengatasi pengangguran di
Indonesia. Diantaranya adalah sebagai berikut :
1.
Mendorong majunya pendidikan
Biar
bagaimanapun, pendidikan merupakan faktor utama seseorang dalam memilih dan
mendapatkan pekerjaan. Walaupun masih banyak para sarjana yang menjadi
pengangguran, namun biasanya apabila seseorang mau bekerja dalam suatu
prusahaan, pendidikan adalah salah satu hal yang dipersyaratkan.
2.
Program pelatihan kerja
Pengangguran
kebanyakan disebabkan oleh masalah tenaga kerja yang tidak terampil dan ahli.
Selain berpendidikan, perusahaan lebih menyukai calon pegawai yang sudah
memiliki keterampilan atau keahlian tertentu. Masalah tersebut amat relevan di
Negara kita, mengingat sejumlah besar penganggur adalah orang yang belum
memiliki keterampilan atau keahlian tertentu. Program ini dapat berjalan dengan
baik apabila ada saling kerja sama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah,
dan masyarakat.
3.
Meningkatkan dan mendorong kewiraswastaan
Masalah
pengangguran menjadi sedikit terpecahkan apabila muncul keinginan untuk
menciptakan lapangan usahasendiri atau berwiraswasta yang berhasil. Cara
ini sebenarnya berpeluang besar dalam mengurangi pengangguran dalam masyarakat,
karena dalam berwiraswasta tidak menuntut pendidikan yang tinggi. Namun
biasanya yang dibutuhkan hanya sedikit modal dan keuletan dalam menjalankan
usahanya.
4.
Meningkatkan program transmigasi
Tingkat
pengangguran yang dialami masyarakat terutama yang berada di Pulau Jawa dapat
sedikit teratasi apabila masyarakat bersedia untuk ikut program transmigrasi.
Apalagi kalau kita melihat masyarakat yang tinggal di daerah kumuh di kota-kota
besar. Kenapa mereka tidak diikutkan program transmigrasi saja.?
Padahal
kalau saya rasakan sendiri, daerah di luar Pulau Jawa lebih banyak
menyediakan lapangan pekerjaan. Baik peluang berwiraswasta maupun
pekerjaan di perusahaan lebih terbuka lebar. Apalagi bagi Anda yang mempunyai
pendidikan tinggi, tidaklah terlalu sulit untuk mencari pekerjaan dengan gaji
yang besar.
5.
Mengintensifkan program keluarga berencana
Seperti
yang telah kita ketahui, Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi
penduduk terbanyak di dunia. Jadi apabila masalah keluarga berencana ini tidak
dijalankan secara efektif, dapat dipastikan pengangguran di Indonesia akan
semakin bertambah.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar