Translate

Jumat, 14 November 2014

Auditor BPKP Menerima “Sesuatu” Dari Itjen Kemendiknas

Auditor BPKP menerima suap saat penyusunan SOP kegiatan audit pengawasan dan pemeriksaan sarana prasarana bersama dengan Itjen Kemendiknas pada Januari 2009. Hal ini berdasarkan keterangan Tini Suhartini ketika bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, dalam sidang perkara korupsi perjalanan dinas fiktif  Itjen dan kegiatan audit bersama Itjen Kemendiknas, dengan terdakwa mantan Irjen Kemendiknas, Mohammad Sofyan. Tini yang pada saat itu menjabat sebagai Bendahara Pengeluaran Pembantu di Inspektorat I Kemendiknas, dihadapan majelis hakim Tini mengatakan, mestinya kegiatan penyusunan SOP itu akan dilakukan di Hotel Grand Jaya, Bogor. Tetapi kenyataanya malah dilaksanakan di lantai V Gedung Itjen Kemendiknas. Tini menambahkan, sisa anggaran kegiatan sebesar lebih dari Rp 200 juta sengaja dibagi-bagikan kepada para peserta, termasuk ke beberapa auditor BPKP.

Menurut lingkungan pekerjaan auditing, ada tiga tipe auditor yaitu  auditor independen, auditor pemerintah, dan auditor intern. Auditor BPKP ini termasuk auditor pemerintah  yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi dalam pemerintahan atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. Auditor BPKP merupakan auditor pemerintah yang juga merupakan akuntan, anggota Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yang dalam keadaan tertentu melakukan audit atas entitas yang menerbitkan laporan keuangan yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum  sebagaimana diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Karena itu auditor pemerintah tersebut wajib mengetahui dan mentaati kode etik Akuntan Indonesia dan Standar Audit sebagai mana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI.

Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan pengakuan profesi akan tanggungjawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi tanggung-jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku etika dan perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi. Kasus suap yang menimpa beberapa auditor BPKP menunjukan adanya pelanggaran terhadap prinsip etika profesi. Berikut adalah prinsip etika profesional auditor :

1. Tanggungjawab Profesi, Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap auditor harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilaksankannya. Dalam kasus suap auditor BPKP, jelas beberapa auditor tidak mempertimbangkan aspek moral dan professional dengan menerima sesuatu yang bukan haknya.

2. Kepentingan Publik, Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme. Dalam kasus ini, auditor BPKP seharusnya berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen dan profesionalisme.

3. Integritas, Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap auditor  BPKP harus memenuhi tanggungjawab profesionalnya dengan integritas setinggi    mungkin. Tidak menerima suap adalah cerimanan auditor yang berintegritas.

4. Objektivitas, Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang  diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan auditor bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain. Auditor tidak boleh menerima atau menawarkan hadiah atau entertainment yang dipercaya dapat menimbulkan pengaruh yang tidak pantas terhadap pertimbangan profesional mereka atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengan mereka. Auditor harus menghindari situasi-situasi yang dapat membuat posisi profesional mereka ternoda. Setiap auditor BPKP harus menjaga objektivitas dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.

5. Kompetensi dan Kehati – hatian Profesional, Setiap auditor BPKP harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati– hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.

6. Kerahasiaan, Auditor BPKP harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.

7. Perilaku Profesional, Setiap auditor BPKP harus berperilaku konsisten sesuai aturan yang telah ditetapakan dan menjauhi tindakan seperti menerima suap yang dapat mendiskreditkan profesi.

8. Standar Teknis, Setiap auditor harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan.

Dari  penjelasan  diatas,  kasus suap yang melibatkan auditor BPKP  tersebut tergolong dalam pelanggaran kode etik prinsip Tanggung jawab Profesi, integritas, objektivitas dan perilaku profesional. Hal ini menunjukan bahwa auditor BPKP tersebut tidak bekerja secara prinsip kode etik seorang auditor,sehingga terjadinya penyimpangan dan secara hukum auditor BPKP tersebut telah melanggar Pasal 12 huruf a UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi. Penegakan disiplin atas pelanggaran kode etik profesi adalah suatu keharusan agar ketentuan tersebut dipatuhi secara konsisten.

Referensi
http://www.merdeka.com/peristiwa/auditor-bpkp-terima-duit-saat-susun-sop-audit-kemendiknas.html
http://news.detik.com/read/2013/07/11/160452/2299721/10/
http://www.tribunnews.com/nasional/2013/07/11/auditor-bpkp-kecipratan-uang-haram-itjen-kemendiknas

Sabtu, 01 November 2014

Eksploitasi Membabi Buta Di Bumi Papua

Bumi Papua adalah surga dunia, dengan potensi sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya alam yang melimpah itu ternyata belum dinikmati seutuhnya oleh segenap warga Papua. Papua memiliki tambang emas terbesar di dunia, yang mana tambang emas tersebut dikelola oleh PT Freeport, perusahaan asing milik Amerika Serikat yang Sejak 1967 beroperasi dan mengeksploitasi sumber daya alam (SDA) di bumi Papua. Lebih dari 2,6 juta hektare lahan sudah dieksploitasi, termasuk 119.435 hektare kawasan hutan lindung dan 1,7 juta hektare kawasan hutan konservasi. Hak tanah masyarakat adat pun ikut digusur. Dari hasil eksploitasi itu, setiap hari, rata-rata perusahaan raksasa dan penyumbang terbesar industri emas di AS itu mampu meraih keuntungan Rp 114 miliar per hari. Jika keuntungan tersebut dikalikan 30 hari, keuntungan PT Freeport mencapai USD 589 juta atau sekitar Rp 3,534 triliun per bulan. Dalam setahun, keuntungan PT Freeport mencapai Rp70triliun per tahun.

Dalam beberapa tahun terakhir banyak permasalahan yang terjadi terkait eksploitasi tambang emas oleh PT Freeport, seperti kerusakan lingkungan akibat eksploitasi, lalu karyawan yang mogok kerja dan menuntut perbaikan kesejahteraan dikarenakan perbedaan indeks standar gaji karyawan kantor pusat Freeport di Amerika dengan kantor cabang Freeport di papua. Meskipun PT Freeport Indonesia terus meraup untung setiap hari, tapi pendapatan karyawannya sangat rendah dan tidak ada upaya peningkatan kesejahteraan karyawan. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari berbagai media, perusahaan Freeport dalam Group Freeport Mc Moran yang ada di Afrika, Amerika Selatan dan Amerika Utara, gaji karyawannya mencapai 30 dollar AS sampai 230 dollarAS perjam. Sedangkan gaji karyawan PT. Freeport Indonesia yang ada di Tembagapura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, hanya 2,1 dollar AS sampai 3,5 dollar AS perjam. Jelas hal ini melanggar Pasal 86 UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan UU Nomor 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan yang sudah diubah dengan UU Nomor 4/2009 tentang Minerba.

Belum lama ini, sebuah media online di tanah air memberitakan bahwa karyawan PT Freeport di Papua akan menggelar aksi mogok kerja selama sebulan terhitung sejak 6 November sampai 6 Desember 2014. Menurut informasi, rencana aksi mogok kerja para pekerja PT Freeport itu salah satunya dipicu karena Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Rozik B Soetjipto belum menjawab tuntutan pekerja untuk segera melengserkan belasan pejabat teras di lingkungan Freeport yang selama ini dinilai bertanggung jawab atas sejumlah kasus kecelakaan kerja yang menewaskan 44 pekerja, dalam hal ini PT Freeport Indonesia melanggar Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 Tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Jika dikaitkan dengan filsafat moral Utilitaliarisme yang mempunyai arti suatu kebijaksanaan atau tindakan dikatakan baik jika mendatangkan manfaat atau keuntungan bagi banyak orang, Berdasarkan teori Utilitaliarisme, PT.Freeport Indonesia dalam hal ini sangat bertentangan dengan etika Utilitaliarisme dengan melihat fakta terjadinya pencemaran lingkungan di papua akibat eksploitasi yang dilakukan PT Freeport Indonesia, mogoknya karyawan akibat perbedaan indeks standar gaji dan pelanggran HAM yang terjadi setahun yang lalu, tepatnya 14 Mei 2013 dimana terjadi runtuhan batuan yang menimbun sebuah ruang kelas di area fasilitas pelatihan Big Gossan, tambang bawah tanah PT Freeport Indonesia. Dari 38 karyawan yang mengikuti pelatihan, 28 orang diantaranya tewas tertimbun tanah longsor dan 10 orang mengalami luka-luka. Berdasarkan Hasil penyelidikan dan pemantauan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan PT Freeport Indonesia telah terbukti melakukan pelanggaran hak asasi manusia dalam peristiwa runtuhnya terowongan Big Gossan. PT Freeport Indonesia diduga kuat telah melakukan kelalaian dan kesalahan yang mengakibatkan hilangnya nyawa 28 pekerjanya. Kelalaian tersebut disebabkan perusahaan tambang itu telah membiarkan keadaan atau kurang mengawasi secara langsung sehingga timbulnya kondisi yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan.

Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan menurun tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark up, eksploitasi secara berlebihan, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabdian para pengusaha terhadap etika bisnis. Secara sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai suatu aturan main yang tidak mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus diingat dalam praktek bisnis sehari-hari etika bisnis dapat menjadi batasan bagi aktivitas bisnis yang dijalankan. Etika bisnis sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari elemen-elemen lainnya. Keberadaan usaha pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bisnis tidak hanya mempunyai hubungan dengan orang-orang maupun badan hukum sebagai pemasok, pembeli, penyalur, pemakai dan lain-lain. Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah :

1.  Pengendalian Diri
Dalam hal ini adalah para petinggi PT Freeport Indonesia diharapkan untuk tidak melakukan tindakan semena-mena kepada para karyawan yang menuntut kenaikan gaji dan perbaikan kesejahteraan. Isu yang muncul diberbagai media, para petinggi Freeport ”menyuap” aparat untuk ”menenangkan” karyawan yang suka menuntut kenaikan gaji. Hal tersebut seharusnya tidak boleh terjadi, ada baiknya petinggi Freeport mengajak para karyawan duduk bersama untuk menyelesaikan tuntutan kenaikan gaji.

2.   Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
PT Freeport Indonesia harus memperhatikan dampak dari aktivitas bisnis yang dilakukan, terutama dampak pencemaran lingkungan yang terjadi akibat eksploitasi tambang emas yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia. Hal ini telah diatur dalam PP 76/2008 tentang Kewajiban Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. Wujud pertanggung jawaban social juga bisa dilakukan PT Freeport Indonesia dengan memberikan bantuan beasiswa pendidikan bagi putra-putri asal Papua yang berprestasi.

3.   Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan"
Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-"ekspoitasi" lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa mendatang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.

4.   Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis.

5. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.

6.   Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan
Dalam kasus PT Freeport Indonesia, kegiatan pertambangan diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan batubara (Minerba). Untuk lebih merinci pelaksanaan dari Undang-Undang ini diturunkan kembali dalam bentuk peraturan pemerintah (PP) yang salah satunya adalah PP No 23 tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan pertambangan batubara. Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut.

Referensi:
http://www.tribunnews.com/pemilu-2014/2014/04/05/jokowi-kekayaan-alapapua-ya-untuk-rakyatnya
http://www.voaindonesia.com/content/komnas-ham-pt-freeport-langgar-ham-dalam-kasus-big-gossan-/1852274.html
http://www.tribunnews.com/regional/2014/10/28/ribuan-pekerja-freeport-indonesia-akan-mogok-kerja-sebulan-mulai-6-november